Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta tidak mengambil kebijakan yang dapat menggadaikan kekayaan alam dan masa depan bangsa, kata pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Revrisond Baswir di Jakarta, Minggu.Menurut Revrisond, masih banyak cara yang bisa ditempuh pemerintah guna mendatangkan keuntungan dalam pengelolaan sumberdaya alam, seperti meninjau ulang beberapa kontrak karya pertambangan. Selain itu, pemerintah juga bisa memperbaiki kebijakan di sektor perpajakan yang akhir-akhir ini dinilai meningkat. "Banyak kontrak tambang kita yang merugikan. Nah itu harus ditinjau ulang karena kontrak itu telah menguras kekayaan sumber alam Indonesia. Kalau tidak, maka jalan yang ditempuh selalu utang, padahal uang yang didapatkan dari utang itu adalah uang kita sendiri yang diperoleh oleh asing melalui beberapa kontrak pertambangan," ujarnya.Dia menilai pemerintah masih mengandalkan ketergantungan pada utang dalam upaya menghadapi krisis keuangan global, padahal utang luar negeri sudah terbukti membawa bangsa Indonesia mengalami keterpurukan selama 40 tahun lebih. "Saya kira ada kekurangtepatan pemerintah yang memilih kebijakan ekonomi neoliberal. Hal itu bisa kita lihat dalam kebijakan kenaikan BBM. Lalu pemerintah juga cenderung memilih utang dalam menghadapi krisis. Padahal meski bukan utang ke IMF, tetapi terbukti utang telah membuat bangsa ini tidak mandiri, malah makin terjerumus," kata Revrisond menyikapi evaluasi akhir tahun kebijakan ekonomi pemerintah.Menurut dia, ketergantungan utang pemerintah akan terus menjadikan bangsa ini menjadi objek yang bisa disisipi kepentingan asing dalam berbagai agenda. Sebab, kata dia, kreditur yang memberikan utang tentunya juga tidak begitu saja memberikan pinjaman tanpa ada agenda tersembunyi. "Sudah menjadi kebiasaan jika setelah mendapatkan utang, maka ada aturan atau kebijakan yang merupakan titipan kreditur. Nah ini yang saya lihat sangat membahayakan kebijakan ekonomi," ujarnya.Di tempat terpisah, mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, pemerintah dinilai begitu cepat menaikkan harga BBM karena harus mengikuti ekonomi liberal, namun ketika harga minyak dunia turun, pemerintah hanya menurunkan harga BBM dalam negeri sebesar Rp500.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008