Kita mengalami 'hyper' regulasi, obesitas regulasi, membuat kita terjerat dalam aturan yang kita buat sendiri, terjebak dalam kompleksitas
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengakui bahwa Indonesia mengalami obesitas regulasi yang akhirnya mencegah pemerintah bertindak cepat dalam merespon perubahan dunia.
"Kita mengalami 'hyper' regulasi, obesitas regulasi, membuat kita terjerat dalam aturan yang kita buat sendiri, terjebak dalam kompleksitas," kata Presiden Joko Widodo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.
Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, para hakim MK Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Wahiddudin Adams, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Saldi Isra, Suhartono; Ketua DPR Puan Maharani; Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali serta para pejabat terkait lainnya.
Baca juga: Presiden Jokowi tekankan "omnibus law" agar Indonesia kompetitif
Presiden mencatat terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah hingga saat ini.
"Ada PP (Peraturan Pemerintah), perpres (peraturan presiden), permen (peraturan menteri), perdirjen (peraturan direktur jenderal), sampai perda (peraturan daerah) harus kita sederhanakan sehingga kita memiliki kecepatan dalam memutuskan dan bertindak dalam merespon perubahan dunia yang begitu cepatnya," tambah Presiden Jokowi.
Presiden pun menilai bahwa sesungguhnya Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sudah memberikan keleluasaaan dalam bertindak.
"Kita bersyukur para pendiri bangsa telah merumuskan UUD 1945 sebagai konsitusi negara yang tak lekang oleh zaman. Konsitusi tersebut dibuat dengan mengatur hal-hal yang sangat fundamental sehingga kita punya keleluasaan menyusun peraturan yang di bawahnya agar siap merespon perubahan zaman untuk memenangkan kompetisi," ungkap Presiden.
Namun malah unsur-unsur pemerintah yang membuat membuat peraturan turunan yang terlalu banyak.
"Peraturan yang tidak konsisten, yang terlalu 'rigid' dan mengekang ruang gerak kita sendiri, yang justru menghambat kecepatan kita dalam melangkah, mempersulit kita memenangkan kompetisi yang ada," ungkap Presiden.
Selain membicarakan soal banyaknya peraturan, Presiden Jokowi juga mengapresiasi kerja MK selama 2019 khususnya dalam menangani sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) pada 2019.
"Atas nama pemerintah, atas nama masyarakat, atas nama negara, saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas pencapaian besar MK selama 2019 dalam menyelesaikan sengketa pilpres dan pileg dengan proses sangat transparan, 'live' di TV, terbuka dengan pertimbangan yang matang dan adil, hasilnya proses demokrasi yang dipercaya masyarakat," ungkap Presiden.
Apresiasi juga diberikan karena keberhasilan MK dalam berbagai forum peradilan konstitusi internasional sehingga MK semakin disegani, dihormati dan bermartabat di mata dunia.
"Namun saya ingin menyampaikan tantangan dan peluang bangsa kita ke depan, dunia mengalami perubahan sangat cepat, tantangan yang semakin kompleks, persaingan ketat, membangun cara-cara kerja baru yang lebih cepat dan efisien, langkah kita harus lebih cepat dan dinamis, kita harus melakukan penyederhanaan, kita wajib memangkas kerumitan-kerumitan agar kita menjadi bangsa yang memiliki daya saing, kompetitif di tingkat dunia," jelas Presiden.
Baca juga: Politik kemarin, Mulan "top ten news maker" hingga Jokowi ke PT PAL
Baca juga: Jokowi: Pengiriman logistik turut terganggu virus corona
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020