Palembang (ANTARA News) - Masih minimnya eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dikarenakan teknologi yang dimiliki kontraktor atau perusahaan migas belum mampu secanggih perusahaan sejenis dari Amerika Serikat atau negara maju lain padahal potensi bahan bakar tersebut sangat besar.
Praktisi perminyakan dari UPN "Veteran" Yogyakarta yang menjadi pemateri pada "Workshop Jurnalistrik Industri Minyak dan Gas Bumi diselenggarakan PT.Medco E&P Indonesia, Hariady mengatakan, karena teknologi yang dimiliki perusahaan migas di Indonesia masih minim kini potensi minyak atau gas belum bisa dieksplorasi.
Padahal terdapat 85 cekungan minyak dan baru 15 cekungan yang telah diproduksi dan produksi migas pun masih sekitar 60 persen sisanya samasekali belum dieksplorasi, katanya, dihadapan puluhan wartawan media cetak dan elektronik di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, sebanyak 15 cekungan minyak yang telah diproduksi tersebut telah berlangsung seratus tahun lebih dan sampai ini masih sekita 40 persen yang belum dieksplorasi.
"Keterbatasan teknologi menjadi salah satu kendala eksplorasi sehingga produksi pun masih terbatas," tambahnya.
Ia mengatakan, sampai kini kita belum menemukan teknologi yang sebanding dengan teknologi Amerika Serikat dimana mereka hanya dengan bantuan satelit saja mampu mendeteksi keberadaan migas baik di darat maupun di perairan.
Sedangkan perusahaan kita masih mencari migas secara manual dengan memanfaatkan tenaga ahli geologi yang secara bergerilya mendatangi cekungan-cekungan yang telah dipetakan dan kemudian meneliti lantas memastikan ada tidaknya kandungan minyak yang dicari, katanya.
Dia menambahkan, kondisi tersebut tentunya membutuhkan waktu lama yang bisa mencapai 10 tahun untuk sebuah proyek eksplorasi dan pengeboran baru memproduksi bahan bakar tersebut.
Dengan kondisi tersebut sudah sepatutnya bangsa ini menghemat energi karena bahan bakar tersebut sulit diproduksi karena teknologi belum mendukung, ujarnya.
Sementara itu, pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan PT.Medco E&P Indonesia berhasil mencerahkan peserta yang tidak satupun berlatar belakang pendidikan pertambangan atau perminyakan.
"Setidaknya dengan pelatihan ini kami bisa mengerti bagaimana proses minyak tersebut bisa menjadi bahan bakar karena ternyata membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bisa menjadi satu liter minyak," kata Rusmaya salah satu peserta.
Kegiatan tersebut menjadi bekal untuk wartawan ketika meracik berita tentang migas untuk dipublikasikan sesuai dengan pengetahuan yang mereka peroleh dari pelatihan tersebut.
Sehingga tidak salah-salah lagi dalam menyebutkan atau menulis istilah tentang migas dan yang pasti analogi disampaikan pemateri sulitnya menghasilkan minyak mendorong kesadaran untuk berhemat bahan bakar, tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008