Jakarta, (ANTARA News) - Empat pendiri Antara yakni Adam Malik, Soemanang, Pandoe Kartawigoena, dan AM Sipahoetar menetapkan cita-cita luhur mereka ketika mendirikan kantor berita tersebut di Jakarta pada 13 Desember 1937.
Betapa tidak, saat mendirikan Antara, empat serangkai itu menyampaikan pengumuman kepada khalayak dengan kalimat yang antara lain berbunyi sebagai berikut (ejaan ditulis sesuai aslinya):
Persbureau ini adalah oesaha jang akan diserahkan djadi kepoenjaan pers Indonesia seloeroehnja".
Namun kini, hampir tiga dasa warsa terakhir, pers Indonesia justru muncul sebagai industri dengan selera pasar sebagai rajanya sehingga sesama perusahaan pers saling bersaing dalam merajai pasar dan konglomerasi pers tak bisa dihindari.
Kuantitas perusahaan pers, baik media cetak dan elektronik (audio, audio visual, dan media dalam jaringan atau on-line) sejak era reformasi 1998 tumbuh bak cendawan di musim hujan. Banyak, beragam, dan tersegmentasi.
Satu-dua perusahaan pers yang itu kemudian berguguran, tersingkir dalam persaingan dan mendapat penetrasi pasar, tetapi tiga-empat perusahaan pers baru terus juga muncul terlebih setelah keran investasi asing pada media massa nasional dibuka.
Kondisi seperti itu berpengaruh pada kelangsungan hidup Antara, sebagai kantor berita nasional yang kini tinggal satu-satunya di Indonesia.
Keinginan empat pendiri agar Antara agar lembaga kantor berita itu bisa menjadi kepunyaan pers Indonesia seluruhnya hingga kini belum terwujud bahkan beberapa media massa ada yang "meninggalkan" Antara seperti konglomerat pers "Jawa Pos News Network" (JPNN).
Setelah status kantor berita Antara menjadi perusahaan umum (Perum) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 per tanggal 18 Juli 2007, kerap muncul anggapan pada sebagian kalangan bahwa Antara menjadi institusi pers "pelat merah" alias milik pemerintah bukan milik insan pers.
Padahal meskipun Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara menjadi salah satu badan usaha milik negara, kebijakan pemberitaannya tetap independen.
"Berita LKBN Antara harus tetap independen. Itu roh Antara sebagai kantor berita terpercaya dan panduan, tidak saja bagi pelanggan tapi juga pembaca umum," kata anggota Dewan Pengawas LKBN Antara Asro Kamal Rokan terkait HUT ke-71 Antara.
Dengan jaringan yang kuat di seluruh daerah dan luar negeri, Antara dapat unggul dari media manapun apabila pemberitaannya independen, cepat, akurat dan tahu untuk apa Antara menyajikan beritanya.
"Wartawan Antara harus selalu terdepan menguasai isu dan terampil mengolahnya. Wartawan Antara punya potensi sebagai wartawan terkemuka dan tahu untuk apa dia menjadi wartawan," kata mantan Pemimpin Umum LKBN Antara itu.
Sementara Ketua Dewan Pengawas LKBN Antara Henry Subiakto menambahkan, Antara harus dapat dipercaya agar bisa bertahan dan berperan.
"Sederhana saja, agar bisa bertahan dan berperan, Antara harus dapat dipercaya. Untuk dapat meraih kredibilitas diperlukan sosok berkarakter dan berintegritas, profesional, tahu diri, dan membuka diri," katanya.
Bila Antara disegani oleh pelanggan, khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa maka itu merupakan modal berharga menepis kegamangan sekaligus energi positif, penembus kendala yang menghadang di setiap kerat perubahan zaman.
Persoalannya apakah Antara disegani oleh pelanggan? Pemimpin Redaksi harian "Seputar Indonesia" Sururi Alfaruq
mengaku tak bisa mengandalkan berita Antara.
Pengelola harian yang tergabung dalam konglomerasi pers Media Nusantara Citra (MNC) Group itu menyatakan lebih bertumpu pada awak mereka sendiri yang tersebar di berbagai kelompok perusahaan MNC baik media cetak maupun elektronik (audio, audio visual, dan media dalam jaringan) di seluruh nusantara.
Sururi Alfaruq berharap Antara lebih sensitif dengan keinginan pembaca dan menjauhkan gaya berita seremonial agar tetap kompetitif.
Harapan Sururi itu mengindikasikan bahwa Antara kurang sensitif terhadap keinginan pembaca dan dekat dengan gaya berita seremonial sehingga kurang kompetitif.
Suara Sururi bisa saja mewakili kesan dari pelanggan Antara. Ia memang mesti berhitung cermat, bila banyak menyajikan berita Antara pada suratkabarnya, apakah isi suratkabarnya telah memenuhi keinginan pembacanya atau mendatangkan banyak iklan sebagai sumber penghidupan medianya?
Namun ada fenomena menarik yang juga muncul, seperti terlihat pada suratkabar gratis "Bisnis Jakarta" milik kelompok Bali Post, "Kompas Cyber Media" milik konglomerat pers Kompas Gramedia Group, atau "Kapanlagi.com" yang memuat banyak berita Antara tetapi mereka bisa meraup iklan yang banyak pula sehingga biaya mereka dalam berlangganan Antara cepat tertutupi dari pendapatan iklannya.
Sementara iklan dan pendapatan yang diperoleh Antara tak sebanding dengan pengeluaran operasionalnya.
Dalam tahun 2006 saja, Antara mengalami defisit sebesar Rp16.176.443.181,50 (buku Suara Indonesia 70 Tahun Antara Mengabdi Bangsa, 2007, halaman 16).
Bantuan pemerintah melalui Daftar Isian Proyek dan Anggaran (DIPA) pada APBN tahun 2006 mencapai Rp32,42 miliar sedangkan pada tahun 2007 mencapai Rp54,71 miliar.
Sementara pada tahun 2008, LKBN Antara menerima dana PSO (public service obligation) sebesar Rp40,7 miliar dan untuk tahun 2009 mencapai Rp50 miliar.
Perajut kebangsaan
Sebagai entitas bisnis, Perum LKBN Antara masih sangat jauh tertinggal dibanding Perum Pegadaian tetapi lebih baik dibanding Perum PPD. Begitu pula bila dibandingkan dengan entitas bisnis pers swasta lain, ada yang telah jauh meninggalkan Antara tetapi ada pula yang masih mengandalkan Antara.
Dalam konteks seperti itu, keberlangsungan hidup Antara sebagai perusahaan tak bisa dipandang dari aspek bisnis yang melulu bertumpu pada kepentingan komersial tetapi harus dilihat pula pada perannya dalam keberlangsungan hidup sebuah negara Republik Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berpidato pada HUT ke-69 LKBN Antara, antara lain menyatakan,"Menurut pendapat saya, yang menjadi harapan kita semua adalah pertama menyuarakan berita untuk kepentingan rakyat dan negara secara obyektif, konstruktif dan berimbang. Negara dan rakyat keduanya menjadi pemangku hajat bagi kehidupan bangsa sekarang dan masa mendatang. Kedua, peran dan fungsi LKBN Antara adalah mengembangkan sisi usaha bisnis untuk meningkatkan aset dan meningkatkan kesejahteraan keluarga besar Antara".
"Ini adalah peran kembar. Jalankan dengan baik, pemerintah akan mendukung dan mendorong agar kedua misi ini dapat dijalankan dengan baik," Kepala Negara menambahkan.
Presiden juga menyatakan di era reformasi Antara bergulat mencari posisinya yang tepat. Sekarang bagaimana dengan bantuan negara untuk bisa menjadikannya sebagai kantor berita berkelas dunia atau "world class multimedia company and information agency".
Harapan kalangan wakil rakyat di DPR juga serupa.
"Semoga di usia 71 LKBN Antara semakin menegaskan peran tidak saja sebagai referensi berita tercepat dan terluas tetapi juga menjadi perajut kebangsaan senusantara. Dirgahayau Antaraku, majukan negeri," kata anggota Fraksi Partai Golkar DPR Ferry Mursidan Baldan.
"Tugas kita bersama untuk tetap menjadikan ANTARA selalu bisa tampil yang terbaik membawa citra bangsa dalam pergulatan informasi dunia, menjadi kantor berita kebanggaan Indonesia dalam arus informasi global yang sangat-sangat kompetitif," kata Ketua Komisi I DPR Theo Sambuaga.
Peran Antara juga diyakini Theo sebagai pembawa bendera (flag carrier) dalam pemberitaan mengenai bangsa Indonesia di luar negeri. Sedangkan dalam istilah lain, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas H Pareira menginginkan agar Antara menjadi pembawa suara Indonesia (voice of Indonesia).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo juga bersikap sama mengenai peran Antara, yaitu bahwa keberadaan Antara mesti dipertahankan.
Sementara pengamat politik Sukardi Rinakit menyatakan,"Ulang tahun kali ini adalah pijakan baru bagi LKBN Antara untuk membangunkan seluruh komponen bangsa dan memberikan sinyal kepada komunitas internasional bahwa optimisme Indonesia mulai bangkit".
Bila demikian adanya, negara melalui para penyelenggaranya turut memiliki tanggung jawab moral atas keberlangsungan hidup Antara.Pemerintah berharap Antara menjadi kantor berita kelas dunia.
"Visinya akan diarahkan ke sana tetapi itu juga akan sangat tergantung pada kinerja manajemennya," kata Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.
Performa Perum LKBN Antara sebagai salah satu BUMN dengan demikian dituntut untuk "sehat" dan tidak menjadi bagian dari sejumlah BUMN yang "sakit" atau selalu membebani keuangan negara.(*)
Oleh oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008