Jakarta, (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Jumat sore turun tajam jauh di atas angka Rp11.000 per dolar AS yang tertekan oleh aktifnya pelaku memburu dolar AS karena upaya pemerintah AS membantu industri otomotifnya belum mendapat respon kongres.
"Kongres AS belum memberikan persetujuan untuk membantu sektor industri otomotif sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa krisis keuangan di AS akan bisa berlangsung lebih lama," kata Direktur Utama Financorpindo Nusa, Edwin Sinaga di Jakarta, Jumat.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp11.205/11.250 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya Rp10.975/11.205 atau turun 230 poin.
Menurut dia, permintaan dolar AS di pasar domestik cukup besar, baik individu maupun BUMN membutuhkan dolar AS untuk memenuhi kebutuhannya. BUMN misalnya harus membayar hutang yang sudah jatuh tempo sehingga permintaan dolar AS meningkat tajam, katanya.
Ia mengatakan, Bank Indonesia (BI) harus melakukan kerjasama dengan bank sentral asing untuk dapat memasok dolar ke pasar lebih banyak, karena tanpa kerjasama itu BI akan kerepotan untuk mengatasi permintaan yang cenderung meningkat.
Selain itu BI juga harus tetap memantau kegiatan pasar terutama terhadap bank-bank asing yang bermain valas agar dapat dibatasi kebutuhan dolarnya. katanya.
Indonesia, menurut dia seharusnya dapat menahan gejolak pergerakan rupiah kalau melihat kinerja ekonominya yang sangat bagus, meski pertumbuhan ekonominya pada tahun depan diperkirakan akan menurun.
Namun penurunan rupiah itu juga akibat melemah mata uang utama Asia terhadap dolar AS yang mengimbasnya, katanya.
Rupiah sebelumnya sempat mencapai angka Rp12.300 per dolar AS, namun isu positif dengan dikeluarkannya dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS, mendukung rupiah menguat tajam.
Namun isu positif tidak berlangsung lama, karena rupiah kemudian kembali melemah yang selama dua pekan lalu berlangsung antara Rp10.550/11.000 per dolar.
Rupiah diperkirakan akan tetap berada pada posisi antara Rp11.500 sampai Rp12.000 per dolar AS, karena tekanan pasar kemungkinan akan semakin besar.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008