Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Indonesia Darwin Zahedy Saleh mengatakan, Indonesia perlu nasionalisme ekonomi, bukan nasionalisasi aset-aset ekonomi, sebagai antisipasi dampak krisis global, termasuk ancaman terjadinya PHK masal.

Nasionalisme ekonomi, demikian Darwin, adalah keberpihakan kepada kepentingan bangsa, pasar dalam negeri, dan pembangunan struktur industri dan basis produksi nasional yang kokoh dan berkelanjutan.

Darwin menyebut, upaya beberapa kementerian untuk fokus menyelesaikan pembentukan badan khusus batu bara yang akan mengawasi DMO (Demestic Market Obligation) atau prinsip pengutamaan pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri sebelum komoditas diekspor, sebagai contoh nasionalisme ekonomi.

Nasionalisme ekonomi penting dilakukan karena di masa lalu berbagai komoditi strategis seperti batubara, kelapa sawit, dan semen diekspor habis-habisan dan seolah menjadi prestasi jika angka ekspor meningkat sehingga kebutuhan domestik terabaikan dan harga-harga melejit.

Darwin juga mengapresiasi upaya kantor Menko Perekonomian yang segera menangggung pajak dan bea masuk untuk 13 bidang usaha yang diperkirakan mengalami perlambatan pada 2009, dengan anggaran belanja negara sebesar Rp12,5 trilyun.

"Langkah ini patut dilakukan meski diprotes Uni Eropa, India dan sebagainya. Sebab dalam keadaan normal `mindset` birokrat-birokrat kita cenderung ragu dan terlalu banyak pertimbangan dalam melindungi perekonomian dalam negeri," katanya

Darwin juga mendukung pengusaha yang mendesak pemerintah menggunakan peluang depresiasi rupiah untuk mendorong bangkitnya industri komponen dalam negeri.

"Selama ini kita cenderung pragmatis dan dengan mudah mengimpor apa saja asal lebih murah, sekalipun kita bisa membuatnya tanpa memboroskan devisa atau dangkalnya struktur industri kita," tegas Darwin. (*)
(T.D011/

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008