Natar, Lampung Selatan (ANTARA News) - Sejumlah petani di Kecamatan Natar, Lampung Selatan kesulitan mendapatkan pupuk, sehingga memanfaatkan kotoran sapi untuk menyuburkan tanaman padinya. "Saya kesulitan mencari pupuk pabrikan, bahkan melalui kelompok pun payah, jatahnya terbatas," kata Amin, salah seorang petani setempat, Jumat.Ia menjelaskan, saat ini mulai tanam, dan beberapa lokasi persawahan tanaman padinya sudah berumur lebih dari satu bulan, sehingga perlu pemupukan."Sebagian besar dari kami memanfaatkan kotoran sapi untuk memupuk. Tetapi rasanya kurang puas kalau tidak menggunakan pupuk pabrikan seperti yang selama ini dilakukan. Sebab, kalau tidak dengan pupuk pabrik, tanaman kurang kokoh dan gampang diserang hama," kata dia.Petani lainnya, Abdullah mengatakan, untuk menyediakan unsur hara bagi sawah tadah hujan yang ia garap, setelah dilakukan pengolahan ditaburkan kotoran sapi."Masalahnya, kotoran sapi itu membawa benih gulma. Jadi, kami pun harus rajin menyianginya. Atau, terpaksa merendam beberapa hari agar benih gulma yang baru tumbuh mati," kata dia.Namun, lanjutnya, upaya tersebut hanya berlaku beberapa saat, sebab ketika padi sudah ditanam, gulma tersebut pun tumbuh di sekitar tanaman padi, yang agak sulit untuk memberantasnya."Kalau mencabutnya tidak hati-hati, bisa menggoyah perakaran padinya," kata dia, yang alumni di salah satu sekolah kejuruan pertanian.Petani penggarap, Sukirno mengatakan, kalau tidak mendapatkan pupuk maka produksinya akan turun, dan kepercayaan majikannya bisa menurun."Saya kan hanya sebagai penggarap. Semuanya saya tangani dari olah tanah, tanam, pemupukan, dan panen. Kami sistem bagi hasil. Majikan hanya menerima hasilnya dan tidak terlibat proses penanaman. Jadi semuanya modal saya," kata dia.Karena itu, lanjutnya, jika hasil panennya tidak optimal selain ia merugi, ada kekhawatiran turunnya kepercayaan majikan, sehingga bisa dialihkan penggarapannya ke orang lain."Kalau itu terjadi, mau makan apa kami. Karena saya hanya bisa bekerja bertani," kata dia lagi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008