Kini karya tersebut dihidupkan kembali dengan judul yang sama oleh Hanindawan sebagai sutradara. Pada pementasan yang berlangsung pada 25 dan 26 Januari 2020 di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Sha Ine berperan sebagai selir bengis dan kejam yang mengincar takhta raja.
"Biasanya monolog, ini tuh cutting cutting, munculnya enggak intens, jadi menurutku agak sulit, susah banget mainin on-off on-off kayak gini," ujar Sha Ine ditemui usai gladi resik di Jakarta, Jumat (24/1) malam.
Baca juga: "Panembahan Reso", karya WS Rendra yang tak lekang dimakan zaman
Baca juga: Mahakarya WS Rendra "Panembahan Reso" melalui riset 11 tahun
Selain latihan secara intensif, dia mencari cara agar bisa mempertahankan intensitas peran Ratu Dara dalam pementasan berdurasi tiga jam. Semenjak naik panggung hingga akhir pentas, pemeran Nyai Ontosoroh dalam "Bumi Manusia" ini berusaha tetap berada dalam karakter tanpa terdistraksi.
Saat giliran aktor lain tampil di panggung, Sha Ine berupaya tetap menjelma sebagai Ratu Dara yang bengis meski dia tidak berada di hadapan penonton.
"Di luar panggung harus membawa (intensitas), misalnya aku (perannya) di kerajaan jaman dulu, aku harus berada di situ terus, jadi enggak ngobrol enggak apa, jaga intensitas itu, berupaya untuk terus menerus hadir dalam naskah itu walaupun enggak di panggung," tutur dia.
Sha Ine merasa bangga bisa menjadi bagian dari pementasan teater legendaris mahakarya W.S. Rendra yang dulu ditonton 30.000 orang dalam dua hari pertunjukan.
Baca juga: "Bumi Manusia" bikin Sha Ine Febriyanti langgar kebiasaan
Baca juga: Ine Febriyanti merasa tertantang bintangi film layar lebar
Baca juga: Sha Ine Febriyanti dilarang menangis
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020