Jakarta (ANTARA) - Drama kekuasaan karya penyair WS Rendra "Panembahan Reso" dihidupkan kembali setelah lebih dari tiga dekade berlalu.

Namun, kritik budaya WS Rendra dalam pentas tersebut nyatanya masih relevan hingga saat ini. "Panembahan Reso" adalah karya WS Rendra yang tak lekang dimakan zaman setelah 34 tahun berlalu.

Mahakarya Rendra pertama kali dipentaskan Bengkel Teater pada 26 dan 27 Agustus 1986, sebuah bentuk kritik WS Rendra atas praktik kekuasaan Orde Baru yang represif. Dalam dua hari pertunjukan, total 30.000 penonton menikmati lakon berdurasi tujuh jam.

Saat ditampilkan di media preview pada Jumat (24/1), malam, di Teater Ciputra Artpreneur Jakarta, pertunjukan tersebut masih terasa relevan.

"Naskah yang bercerita tentang suksesi ini, akan selalu kontekstual dan universal karena bisa terjadi di mana pun, dan kapan pun juga," kata Ken Zuraida, istri WS Rendra yang melanjutkan aktivitas Bengkel Teater.

Lakon "Panembahan Reso" karya W.S.Rendra di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta, Jumat (24/1/2020). (Ist/Yose Riandi)

"Panembahan Reso" disutradarai pimpinan teater Gidag Gidig di Solo, Hanindawan, dan Sosiawan Leak menjadi asisten sutradara.

Di atas panggung yang terdiri dari tangga-tangga dengan latar belakang putih, pada setiap babak memperlihatkan kesan berbeda berkat permainan bayangan termasuk wayang kulit dari Dalang Dwi Suryanto alias Gendut Dalang Berijasah, para pemain teater dari berbagai kota menghidupkan kisah mengenai perebutan kekuasaan.

Raja Tua (Gigok Anurogo) memiliki tiga selir dengan kedudukan setara, Ratu Dara (Sha Ine Febriyanti) yang banyak akal dan licik, Ratu Padmi yang diperankan anak bungsu WS Rendra, Maryam Supraba juga Ratu Kenari (Sruti Respati).

Lakon "Panembahan Reso" karya W.S.Rendra di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta, Jumat (24/1/2020). (Ist/Yose Riandi)

Keluarga ini punya ambisi untuk berkuasa dan mereka rela untuk saling menjegal, bahkan menghabisi nyawa orang lain agar bisa berada di posisi tertinggi. Mereka rela melakukan apa pun meski yang dihadapi adalah adik, kakak, ibu, ayah, istri atau suaminya sendiri.

Mereka semua ingin naik takhta. Bukan demi rakyat. Bukan demi kepentingan orang banyak. Semuanya demi mereka sendiri.

Namun, para selir dan anak-anaknya ini tak menyadari bahwa ada musuh dalam selimut: Panji Reso (Whani Darmawan) si penasihat kerajaan. Pria licik yang tamak memanfaatkan konflik yang terjadi demi keuntungannya sendiri.

Lakon "Panembahan Reso" karya W.S.Rendra di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta, Jumat (24/1/2020). (Ist/Yose Riandi)

Lakon ini dibintangi juga oleh Ruth Marini, Ucie Sucita, Jamaluddin Latif, Ignatius Zordy Axl, Dimas Danang Suryonegoro, Udin UPW, Ig. Joko R, Yogi Swara Manitis Aji, Dedek Witranto, Resha Ron Sae, Bambang Dyodie S, Dodi Eskha Aquinas, Muh. Idil Kurniawan, Kelono Gambuh, Budi Riyanto juga Meong Purwanto.

"Panembahan Reso" diwarnai dengan tata musik, busana dan cahaya yang menarik. Dedek Wahyudi, pernah menangani pementasan Bengkel Teater "Perjuangan Suku Naga", bertanggungjawab atas musik di pementasan kali ini.

Sementara tata kostum dikerjakan oleh Retno Damayanti yang mendapatkan empat piala Citra untuk Penata Kostum Terbaik. Sugeng Yeah menjadi penata artistik, sementara koreografi dibuat oleh Hartati, penata tari yang banyak mendalami silat. Sedangkan tata artistik dipimpin oleh Sugeng Yeah dari Solo.

Baca juga: Mahakarya WS Rendra "Panembahan Reso" melalui riset 11 tahun

Baca juga: Garin: WS Rendra adalah "Burung Merak" anggun dan bebas

Baca juga: Hidup kembali, Penembahan Reso segera dipentaskan

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020