Jakarta  (ANTARA News) - Terdakwa kasus dana Bank Indonesia (BI), Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin masing-masing dituntut empat tahun dan enam tahun
penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena diduga menerima sejumlah
uang dari pejabat BI.

Tim JPU dalam surat tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, juga menuntut pembayaran denda masing-masing Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Hamka dan Antony masing-masing harus membayar uang pengganti sebesar Rp10,8 miliar.

Tim JPU yang terdiri dari Rudi Margono, KMS. Roni, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto, menyatakan, pemberian uang itu untuk keperluan pembahasan revisi UU BI dan penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di DPR.

Kasus itu berawal dari pertemuan antara sejumlah pejabat BI dan anggota Komisi IX DPR pada Mei 2003.

Dalam surat tuntutan dinyatakan bahwa pertemuan itu dihadiri oleh  petinggi BI, antara lain Aulia Pohan, Maman H. Soemantri, Bunbunan Hutapea, dan Burhanuddin Abdullah. Sedangkan dari pihak DPR diwakili oleh Antony Zeidra Abidin, Amru Al Mu`tasyim dan Daniel Tanjung.

Pertemuan itu berlanjut dengan pertemuan-pertemuan lain yang dihadiri oleh Rusli Simanjuntak dan Asnar Ashari dari pihak BI, serta Hamka Yandhu, Antony Zeidra Abidin, Daniel Tanjung dan Amru Al Mu`tasyim dari pihak DPR.

Akhirnya terdapat kesepakatan bahwa diperlukan uang Rp40 miliar, dengan rincian Rp15 miliar untuk pengurusan BLBI dan Rp25 miliar untuk amandemen UU BI.

Kesepakatan itu kemudian dibahas di dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 3 Juni 2003. Rapat itu menyepakati alokasi dana sebesar Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), antara lain untuk keperluan kerjasama dengan DPR.

Tim JPU membeberkan, penyerahan dana BI ke Hamka dan Antony terjadi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah penyerahan Rp15 miliar yang diserahkan dalam tiga kali penyerahan.

Pada 27 Juni 2003, dua pejabat BI, Rusli Simanjuntak dan Asnar Ashari menyerahkan uang Rp2 miliar kepada Hamka dan Antony di Hotel Hilton, Jakarta.

Kemudian Rusli dan Asnar menyerahkan Rp5,5 miliar kepada Hamka dan Antony di rumah Antony pada 2 Juli 2003.

Rusli dan Asnar kembali menyerahkan Rp7,5 miliar kepada Hamka dan Antony di rumah Antony pada Agustus 2003.

Tim JPU juga menyatakan, Rusli dan Asnar juga menyerahkan Rp16,5 miliar dalam dua tahap.

Rusli dan Asnar menyerahkan Rp10,5 miliar kepada Antony dan Hamka sesaat setelah mencairkan cek senilai tersebut pada 18 September 2003.

Kemudian terjadi penyerahan Rp6 miliar kepada Hamka dan Antony pada 4 Desember 2003 di rumah Antony.

Kedua terdakwa mengembalikan uang kepada Rusli dan Asnar pada penyerahan kedua sampai ketiga hingga mencapai Rp3 miliar. Dengan demikian, total uang yang diterima Antony dan Hamka sebesar Rp28,5 miliar.

"Dengan demikian unsur menerima hadiah atau janji sudah terbukti," kata JPU KMS. Roni.

Tim JPU menjerat Antony dan Hamka dengan pasal 12 huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008