Beijing, (ANTARA News) - Pihak berwenang China sedang menyelidiki dugaan tentang penyekapan sejumlah warga di berbagai rumah sakit jiwa. Kantor berita AFP mengutip media setempat yang pada hari Selasa menyebut penyekapan itu untuk mencegah para warga mengadukan ketidakadilan. Sedikit-dikitnya 18 orang diyakini telah dikirim ke rumah-rumah sakit jiwa di kota Xintai, provinsi Shandong, dan sejumlah orang diberikan obat-obat pelemah tenaga, menurut satu laporan investigasi oleh suratkabar Beijing News yang dipublikasikan, Senin. Pemerintah provonsi Shangdong sedang melakukan penyelidikan, kata China Daily, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Laporan itu menyoroti metode kuno yang kerap digunakan oleh pemerintah lokal China terhadap para korban. Penculikan terjadi di Xintai paling tidak sejak 2006, kata laporan itu, mengutip satu sumber mengatakan sedikitnya tercatat 18 kasus semacam itu. Sementara itu, Ketua Pusat Kesehatan Mental Xintai Wu Yuzhu dikutip mengatakan banyak kasus semacam itu mungkin telah terjadi. Laporan itu memfokuskan pada kasus seorang pria berusia 57 tahun bernama Sun. Korban diculik pada 19 Oktober dalam perjalanan ke Beijing untuk menyampaikan petisi kepada pihak berwenang di Beijing. Ia ditahan di sebuah rumah sakit jiwa selama hampir satu bulan, di mana ia diperlakukan sewenang-wenang dan diancam oleh staf ketika ia meminta pembebasannya, kata laporan itu. Sistem petisi itu pernah berlaku di ke masa kerajaan China, dan sistem petisi itu kembali dihidupkan di era komunis. Namun, itu dapat membahayakan bagi para pembuat petisi, yang kerap ditangkap oleh para pejabat lokal untuk mencegah pengaduan mereka kepada penguasa Beijing. China pada awal tahun ini meminta seluruh pemerintah daerah untuk mencegah para pembuat petisi datang ke Beijing untuk menghindari gangguan selama Olimpiade Beijing pada Agustus. Beijing meminta semua pihak berwenang di provinsi untuk memecahkan persoalan mereka secara lokal. Suratkabar China Daily dalam tajuknya mengatakan sungguh ironis karena Xintai selama ini dianggap sebagai kota percontohan untuk mengurangi jumlah pembuat petisi.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008