Untuk menyongsong pemindahan ibu kota negara, maka Jakarta--mau tidak mau--harus lebih berbenah mempersiapkan diri agar tetap menjadi magnet pertumbuhan ekonomi nasional
Jakarta (ANTARA) - Langkah pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur semakin nyata dengan berbagai persiapan yang dilakukan pemerintah pusat, mulai dari penyiapan sumber daya manusia, infrastruktur hingga payung hukumnya.
Wacana dan rencana pemindahan ibu kota negara sebenarnya sudah mencuat sangat lama. Bahkan Presiden Soeharto juga pernah menyampaikan wacana dan rencana itu pada awal tahun 1990-an, namun akhirnya tidak terwujud.
Wacana dan rencana itu mencuat dan menguat lagi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun juga tidak terwujud karena beragam pertimbangan, situasi dan kondisi.
Presiden Joko Widodo meneruskan wacana dan rencana itu sekitar setahun lalu. Kemudian Presiden menugaskan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melakukan kajian mengenai lokasi, waktu dan hal-hal lain yang berkaitan.
Hasil kajian Bappenas diumumkan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada 26 Agustus 2019. Dari kajian Tim Rencana Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Bappenas, diputuskan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara di Provinsi Kalimantan Timur sebagai kawasan untuk ibu kota baru pemerintahan.
Presiden Jokowi juga menyebutkan bahwa rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk regenerasi perkotaan akan terus dilakukan dengan mengarahkan Jakarta sebagai pusat perekonomian tingkat global. Dengan arah itu, maka Jakarta akan tetap menjadi simpul ekonomi nasional.
Beragam tanggapan publik mengemuka menanggapi rencana itu. Semua mewarnai proses yang sedang dijalankan pemerintah pusat sejak kajian Bappenas diumumkan, setengah tahun lalu.
Dari rangkaian tanggapan yang beragam terbersit pula pertanyaan masyarakat. Mulai dari kapan kepastian pindahnya hingga masa depan Jakarta yang selama ini menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian Indonesia.
Beragam pertanyaan itupun mendapat jawaban dari pemerintah. Lambat-laun respons pemerintah terlengkapi dengan langkah-langkah yang sedang dan akan diambil terkait pemindahan ibu kota negara.
Simpul Pertumbuhan
Lantas nasib dan masa depan Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota? Apakah Jakarta akan ditinggalkan begitu saja?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yakin pemindahan ibu kota negara tidak akan mengurangi peran penting Jakarta di masa depan. Bahkan Jakarta akan semakin penting dan memiliki prospek untuk terus berkembang.
Jakarta akan tetap memerankan posisi sebagai simpul perekonomian Indonesia. Bukan hanya di Indonesia, peran penting di bidang ekonomi akan dikibarkan Jakarta ke tingkat global.
"Untuk Jakarta, kita mendorong menjadi simpul kegiatan perekonomian global. Jadi, Jakarta tetap akan menjadi pusat kegiatan perekonomian, tidak ada pergeseran di situ," kata Anies usai mengikuti jumpa pers terkait rencana pemindahan ibu kota di halaman Istana Negara Jakarta, Senin (26/8).
Menurut dia, pemerintah pusat telah melakukan rapat teknis mengenai rencana pembangunan DKI Jakarta dengan anggaran pembangunan sebesar Rp571 triliun. Dengan pemindahan ibu kota, maka pembangunan menuju pusat perekonomian global di Jakarta harus dilakukan dengan percepatan.
Ke depan, fokus pembangunan di DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian, yakni membangun perumahan, transportasi umum, jaringan utilitas telekomunikasi dan jaringan air bersih.
Untuk mewujudkannya, kementerian terkait dan lembaga-lembaga teknis sedang mempersiapkan langkah-langkah lanjutan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), misalnya, sedang mempersiapkan payung hukum pemindahan ibu kota.
Kemendagri akan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai kekhususan Jakarta sebagai daerah khusus perekonomian untuk mengganti UU Kekhususan Ibu Kota Nagara yang telah lama melekat pada kota ini. "UU (kekhususan untuk Jakarta) masih tetap itu," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/12).
Tapi memang ada pengajuan perubahan UU Kekhususan Ibu Kota Negara Jakarta. RUU itu akan diusulkan dalam Prolegnas 2020.
Cukup banyak materi yang dibahas dalam RUU itu, khususnya tentang Jakarta yang bisa dan harus mengelola ekonominya sendiri. Artinya, kekhususan sebagai daerah yang bisa melaksanakan pembangunan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Kemudian, kekhususan mengelola kerja sama dengan wilayah perbatasan, yakni Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).
Begitu juga mengenai kelembagaannya, termasuk struktur organisasinya.
Akmal menilai RUU kekhususan perekonomian itu perlu dibuat mengingat status ibu kota negara akan hengkang dari Jakarta sehingga pembahasan RUU kekhususan ekonomi dibahas berbarengan dengan RUU ibu kota yang baru. "Tapi itu kan masih panjang dibahas," kata Akmal.
Pembahasan dua RUU itu akan simultan dengan rencana pemindahan ibu kota negara. Yang pasti arahnya adalah bila ada regulasi pemindahan ibu kota, maka DKI masih butuh (regulasi khusus).
Sebetulnya, rencana perubahan UU ini sudah ada sebelum wacana pemindahan ibu kota makin menguat. "Karena DKI kan melaksanakan kegiatan otonomi khusus, cuma kebetulan ada wacana pemindahan ibu kota maka kita sesuaikan," kata Akmal.
Diubah
Pernyataan Akmal dipertegas oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bahwa status DKI Jakarta harus diubah dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. RUU ini akan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024.
Saat ini, DKI Jakarta masih menjadi ibu kota dengan UU khusus. "Namun dengan adanya rencana pemerintah pusat memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur, maka pertanyaannya adalah bagaimana status DKI?," ujar Tito di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1).
Dengan UU IKN di Kalimantan Timur, maka UU Pemprov DKI Jakarta itu juga harus diubah. Pembahasan RUU IKN di Provinsi Kalimantan Timur dan RUU mengenai kekhususan Jakarta sebagai pusat perekonomian akan dilakukan bersama atau paralel antara pemerintah dengan DPR RI.
Baca juga: Teras Narang: Target pemindahan IKN 2024 lumayan ambisius
Baca juga: Menteri PUPR akan ajak tiga pemenang gagasan desain ke lokasi IKN
Baca juga: Menteri PUPR akan tindaklanjuti pemenang gagasan desain ibu kota baru
"Kalau RUU IKN bisa paralel, RUU IKN di Kaltim dibahas juga, kemudian diundangkan, otomatis UU DKI bisa dilaksanakan pembahasannya sama saat itu juga," kata Tito.
Pernyataan Tito itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI untuk menindaklanjuti kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota negara. Dalam kaitan ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang ditunjuk sebagai "leading sector" pemindahan ibu kota negara (IKN) sedang menyusun draf RUU IKN-nya.
Untuk menyongsong pemindahan ibu kota negara, maka Jakarta--mau tidak mau--harus lebih berbenah mempersiapkan diri agar tetap menjadi magnet pertumbuhan ekonomi nasional. Berbagai pembangunan dan penataan infrastruktur bagi tumbuhnya perekonomian perlu disiapkan lebih cepat sebeum ibu kota negara benar-benar pindah.
Apalagi sudah jelas terang-benderang bahwa dengan dipindahnya ibu kota, pemerintah pusat mengarahkan Jakarta sebagai simpul pertumbuhan ekonomi tingkat global. Kalau infrastrukturnya tidak memadai untuk kondusivitas tumbuhan perekonomian, tidak menutup kemungkinan Jakarta akan sulit memainkan perannya di tingkat nasional dan global.
Persoalan kemacetan dan banjir merupakan masalah kronis dan akut yang masih harus segera dituntaskan.Untuk dua masalah itu, publik sudah banyak memperoleh gambaran bagaimana Anies dan jajarannya dalam mengatasinya.
Selain itu transportasi publik juga diarahkan untuk terintegrasi, baik MRT, LRT, Transjakarta hingga JakLingko. Begitu juga dengan kereta rel listrik (KRL) diintegrasikan dengan moda-moda transportasi publik di Jakarta sehingga memudahkan warga melakukan aktivitas keseharian.
Semua itu diyakini sangat penting untuk menyongsong perubahan status dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) menjadi Daerah Khusus Perekonomian.
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020