Jakarta (ANTARA) - Ratusan buruh Jabodetabek menggelar nonton bareng (nobar) film dokumenter "Nyanyian Akar Rumput" terkait perjuangan Wiji Thukul di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (23/1) malam.


Rilis KSPSI yang diterima di Jakarta, Jumat, menyatakan film garapan sutradara Yuda Kurniawan ini merupakan film dokumenter panjang terbaik Festival Film Indonesia 2018. Film ini merupakan kumpulan beberapa puisi yang dibuat menjadi lagu oleh anak Wiji Thukul yaitu Fajar Merah.

Film dokumenter ini dibuat selama empat tahun, mulai dari tahun 2014-2018, mengikuti Fajar Merah, putra Wiji Thukul, seorang sastrawan dan aktivis HAM yang hilang di tahun 1998.

Baca juga: "Istirahatlah Kata-kata" sudut sepi pengingat Wiji Thukul

Hadir dalam nobar kali ini Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Wahyu Susilo, adik kandung Wiji Thukul dan sutradara film "Nyanyian Akar Rumput", Yuda Kurniawan.


Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan puisi-puisi Wiji Thukul ini menjadi inspirasi banyak orang, termasuk dirinya pribadi saat menimba ilmu di Yogyakarta tahun 90-an.

Ratusan buruh Jabodetabek menggelar nonton bareng (nobar) film dokumenter Nyanyian Akar Rumput terkait perjuangan Wij Thukul di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2020) malam. (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS/ho KSPSI)

Menurutnya, spirit perjuangan Wiji Thukul juga sangat kuat di kalangan buruh. "Film dokumenter ini sangat menginspirasi. Sehingga wajib disebarluaskan kepada masyarakat," katanya.

Baca juga: "Istirahatlah kata-kata"; sisi manusiawi Wiji Thukul

Untuk itu, KSPSI berencana mengadakan nobar lanjutan di beberapa kota diantaranya Bandung, Batam, Solo, dan Semarang.


Presiden KSPI Said Iqbal menambahkan sosok Wiji Thukul menginspirasi kaum buruh. Sejak dulu gerakan buruh dikenal sebagai gerakan yang loyalis dan memiliki solidaritas yang tinggi. Hal tersebut merupakan luapan sikap perlawanan terhadap kebijakan yang tidak adil.


"Semangat perjuangan tanpa kenal takut yang dimiliki Wiji Thukul menjadi contoh untuk semua aktivis. Tak terkecuali buruh," katanya.


Tak terasa film berdurasi 112 menit mampu menyedot perhatian buruh yang menonton. Ratusan buruh bertepuk tangan usai pemutaran film sebagai rasa hormat atas perjuangan Wiji Thukul.*

Baca juga: "Istirahatlah Kata-kata" jadi debut Melanie Subono di layar lebar
Baca juga: Cerita Marrisa Anita "dipinang" perankan istri Wiji Thukul
Baca juga: Curahan hati anak Wiji Thukul tentang "Istirahatlah Kata-kata" (video)

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020