Jakarta (ANTARA) - Riuhnya perdebatan mengenai omnibus law dalam diskursus hukum di Indonesia, membuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor se-Indonesia angkat bicara.
Menurut LBH Ansor, dalam rilisnya, Jumat, omnibus law tidak hanya akan membawa pengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan investasi, tapi juga akan berdampak besar terhadap sistem hukum Indonesia.
Selain itu juga akan sangat menentukan hajat hidup orang banyak seperti pekerja, petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin dan lain sebagainya.
Juru bicara LBH Ansor se-Indonesia, M Syahwan Arey, mengatakan kalangan akademisi dan praktisi hukum terkesan kurang responsif dan giat dalam meramaikan diskursus ini.
"Omnibus law bukan hanya sekadar wacana, sebab pemerintah nyatanya sudah hampir rampung menyiapkan model legislasi ini dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (RUU CLK)," kata Syahwan.
LBH Ansor, ujar Syahwan, menyoroti dua hal pada omnibus law, dari aspek formal dan aspek material.
Dalam aspek formal, pihaknya menyayangkan proses penyusunan RUU CLK yang dilakukan di dalam “ruang tertutup” dengan tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi dari stakeholders.
"Kami bahkan mendengar adanya kabar mengenai kewajiban untuk tidak membocorkan proses dan materi, yang dituangkan dalam suatu non-disclosure agreement. Hal tersebut kemudian menghambat publik luas untuk turut mengkaji aspek material dan pada perkembangan selanjutnya bahkan telah menimbulkan kebingungan dan kegaduhan akibat adanya kesimpangsiuran terkait materi regulasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat," katanya.
Maka dari itu, Syahwan menyatakan bahwa LBH Ansor yang berada di 39 wilayah di Indonesia mendesak agar proses legislasi dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel.
"Proses legislasi tidak boleh dilakukan dalam “ruang tertutup”," tandasnya.
Dia berpandangan bahwa produk perundang-undangan yang baik tidak mungkin dilahirkan dalam “ruang hampa” dengan tanpa memperhatikan dan mendengar aspirasi publik. Oleh karenanya, pihaknya meminta agar pemerintah dan DPR RI membuka ruang pelibatan publik dalam setiap tahapan penyusunan RUU CLK.
Menurut Syahwan, pelibatan publik ini juga penting untuk menghindarkan adanya kecurigaan-kecurigaan atas vested interests.
"Pemerintah dan DPR RI tidak perlu tergesa-gesa dalam mengesahkan dan mengundangkan RUU CLK yang di dalamnya terdapat ratusan pasal yang materi muatannya amat penting dan strategis," tandasnya.
Menurut dia, pemerintah dan DPR RI semestinya dapat menghindari mengulang kesalahan dengan berkaca pada pengalaman dari proses pembahasan RUU KUHP yang mendapat penolakan publik secara luas.
"LBH Ansor mengusulkan agar pemerintah dan DPR RI terlebih dahulu menyusun dan menyempurnakan naskah akademik RUU CLK yang didasarkan pada suatu kajian normatif dan empirik, dengan melibatkan kalangan akademisi, praktisi, dan stakeholders," ujarnya.
Lebih jauh, katanya, LBH Ansor mendorong kalangan akademisi dan praktisi hukum terlibat secara lebih aktif dalam meramaikan diskursus mengenai omnibus law.
LBH Ansor menilai kajian mengenai omnibus law perlu dilakukan secara netral dan objektif agar secara jelas membaca peluang dan tantangan model legislasi ini, terutama pengaruhnya dalam pembangunan sistem hukum Indonesia.
"Kami perlu menegaskan kembali komitmen sebagaimana terdapat dalam moto kami Tegakkan Yang Adil!" katanya.
Dengan demikian, LBH Ansor akan mendukung omnibus law jika memberi kemanfaatan pada masyarakat dan bangsa Indonesia.
"Namun LBH Ansor akan secara tegas menolak jika omnibus law hanya akan menguntungkan segelintir kalangan investor dan justru akan berpotensi merusak lingkungan, meminggirkan nilai-nilai budaya, makin mempersulit kehidupan kaum pekerja, dan merugikan hajat hidup orang banyak," tegasnya.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020