Mataram (ANTARA) - Praktisi pariwisata Nusa Tenggara Barat, H. Akram Wirahadi menyatakan rencana pembangunan kereta gantung diluar kawasan Gunung Rinjani tetap saja dinilai akan merusak dan menciderai keindahan alam gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia itu.
"Kebijakan atas rencana pembangunan proyek fantasi kereta gantung di kawasan Geopark Rinjani sungguh 'melukai' rasa cinta terhadap alam yang justru di saat kita sedang gencar-gencarnya melakukan upaya konservasi dan proteksi lingkungan, apalagi ditengah bencana lingkungan dan hilangnya sumber daya air yang semakin parah," kata Akram Wirahadi di Mataram, Kamis.
Mamik Akram sapaan akrabnya, menjelaskan sejak dulu isu Rinjani menjadi "public interest" dan sentral karena Rinjani adalah sumber daya hidup bagi masyarakat suku Sasak dan penduduk di Pulau Lombok, NTB, sehingga apapun yang dilakukan mestinya melalui proses konsultasi publik yang panjang dan debat publik yang sehat serta study kelayakan yang akurat dan kredibel.
Menurut Dewan Penasehat Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTB itu, ada sejumlah alasan sehingga dirinya tak sependapat jika kebijakan atas rencana pembangunan kereta gantung di kawasan Rinjani. Antara lain, Rinjani adalah kawasan adat atau warisan budaya, bahkan menjadi warisan dunia dan diakui sebagai kawasan UNESCO Global Geopark yang harus dijaga nilai-nilai yang melekat padanya.
"Jadi Rinjani ini sakral bagi orang Sasak, masyarakat Hindu dan Budha di NTB," tegasnya.
Selanjutnya, menurut Mamik Akram, Rinjani menjadi sumber daya hidup, sumber air dan udara bagi seluruh penduduk di pulau Lombok, sehingga kalau pembangunan itu dilakukan kemungkinan besar akan memberi dampak perusakan lingkungan karena ada pengembangan fasilitas komersial di sekitar lokasi.
"Apalagi kalau izin Amdalnya dikerjakan cuman 3 bulan," ujar Mamik Akram.
Selain itu, sebut Mamik Akram, tidak ada studi pasar yang menunjukkan bahwa fasilitas kereta gantung akan menciptakan permintaan pasar atau "market demand". Sebab, jika belajar dari banyak fasilitas sejenis di beberapa tempat, hal ini hanya akan menciptakan objek wisata "just another tourist attraction" saja, sedangkan pasar fasilitas ini pun sudah tidak diminati.
"Saya khawatir, proyek ini kalau jadi, hanya ramai di awal, bisnis tidak berkembang, biaya operasional "operation cost" tinggi, investor merugi dan minggat. Kemudian,
kita hanya akan melihat monumen - monumen baja yang merusak pemandangan seperti halnya beberapa kasus dibeberapa negara lain," ungkapnya.
Kalaupun ramai, lanjut Mamik Akram, fasilitas ini akan menciptakan "over tourism" yang merusak. Contoh di kawasan tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno), di mana Pemda Lombok Utara keteteran mengurusi sampah yang begitu banyak dengan fasilitas serba terbatas.
"Mengurus sampah di depan mata aja nggak bisa apalagi di hutan belantara dan terjal. Rinjani akan menjadi tempat sampah terbesar di dunia "the biggest trash dump in the world," ucapnya.
Disamping itu, menurutnya lagi, branding Rinjani di dunia masuk kategori pendakian gunung ringan atau light mountaineering yang digemari oleh banyak kalangan pecinta "outdoor" di seluruh dunia, karena track nya yang nyaman dan tidak extreme.. justru pasar mountaineering ini jumlahnya terbanyak. Namun, karena kereta gantung justru akan memurunkan minat pasar tersebut untuk ke Rinjani.
"Padahal dengan tampilan Rinjani sekarang aja, kalau pasar ini digarap dengan baik akan menyumbangkan PAD dan devisa yang besar karena sebain besar travaler nya dari kalangan menengah atas yang setiap saat membutuhkan "nature therapy"," katanya.
Ia menambahkan, dari sisi rencana pembangunan kereta gantung ini akan menyerap tenaga kerja banyak diragukan Mamik Akram. Karena, kata dia, fasilitas kereta gantung tidak mungkin menyerap banyak tenaga kerja mengingat sifatnya yang serba otomatis.
"Justru yang ada di setiap stopan yang dilalui kereta gantung akan banyak pedagang dadakan yang tidak terkontrol. Jadi kebayang sampahnya," ujar Akram.
Mamik Akram juga melihat dari sisi keselamatan dan kesehatan, keberadaan kereta gantung di Rinjani sangat rawan. Pasalnya, Rinjani dan Lombok itu cukup rentan dengan letusan gunung berapi dan aktivitas kegempaan yang aktif.
Baca juga: Pembangunan lintasan kereta gantung Rinjani di luar kawasan konservasi
Baca juga: Lombok Barat bakal buka jalur pendakian Gunung Rinjani
Baca juga: Tanah longsor timpa badan jalan menuju Gunung Rinjani
Baca juga: PNBP Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencapai Rp3,3 miliar
"Nah jalur evakuasi Rinjani mau lewat jalur mana saja itu termasuk grade sulit. Jadi safety plan nya harus melebihi negara-megara maju, karena fasilitas sejenis di negara maju grade nya sangat rendah tapi umumnya lebih mudah," katanya.
Belum terganggunya habitat flora dan fauna di sepanjang jalur kabel kereta gantung. Intensitas beroperasinya fasilitas ini akan merubah perilaku dan pergerakan fauna yang bisa menyebabkan kepunahan. Terus polusi visul sekali bangun maka tidak akan bisa merubahnya karena fasilitas tersebut tidak bisa di daur ulang.
"Pertanyaannya seberapa besar sih untung dari bisnis ini dibandingkan dengan mudarat nya. Kalau melihat kesanggupan harga bayar konsumen Indonesia sangat kecil dibandingkan dengan nilai investasinya, sehingga saya gak yakin bisnis ini untung besar apalagi dengan jumlah kunjungan ke Lombok angkanya terus merosot,"
Karena itu, ia menyarankan kepada Gubernur NTB untuk mempertimbangkan rencana pembangunan kereta gantung tersebut. Karena masih banyak cara untuk mendapatkan devisa dan PAD dari Rinjani yang ramah lingkungan.
"Jadi kereta gantung ini hebatnya dimana ya?. Hanya kita-kita yang melihat kemajuan semu yang akan mengatakan ini hebat, luar biasa. Ada beberpa hal yang justru lebih urgent untuk ditangani di kawasan Rinjani yakni penebangan liar, pemulihan hutan, dan pengelolaan sumber air," katanya.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020