Untuk mencegah tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya, hak-hak dasar Rohingya harus dipenuhi seperti hak untuk tidak diperlakukan diskriminatif berdasarkan agama, etnis, suku, warna kulit, bahasa, politik dan lain-lain,
Jakarta (ANTARA) - Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan pemenuhan hak-hak dasar etnis Rohingya dan penghapusan kebijakan diskriminatif harus dilakukan Myanmar untuk mencegah tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya.
Pernyataan Yuyun menanggapi Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, yang memerintahkan Myanmar untuk mengambil langkah-langkah darurat guna melindungi populasi Muslim Rohingya dari penganiayaan dan kekejaman, serta melindungi bukti-bukti dugaan kejahatan kemanusiaan terhadap mereka.
"Untuk mencegah tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya, hak-hak dasar Rohingya harus dipenuhi seperti hak untuk tidak diperlakukan diskriminatif berdasarkan agama, etnis, suku, warna kulit, bahasa, politik dan lain-lain," ujar Yuyun Wahyuningrum saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Putusan itu diumumkan, Kamis, dalam kasus dugaan genosida terhadap Myanmar yang dilayangkan Gambia, negara berpenduduk mayoritas Muslim, November lalu.
Yuyun mengatakan langkah-langkah pencegahan yang diperintahkan Mahkamah Internasional harus ditanggapi secara serius oleh pemerintahan Myanmar.
"Untuk menuju pemenuhan pencegahan tidak kekerasan terhadap Rohingya, maka pemerintah Myanmar harus mengambil langkah-langkah serius untuk mengurangi ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya. Ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya harus dihilangkan," ujar Yuyun.
Baca juga: Mahkamah Internasional perintahkan Myanmar lindungi Rohingya
Baca juga: Mahkamah Internasional akan keluarkan putusan soal Myanmar
Selain itu, putusan Mahkamah Internasional memerintahkan Myanmar untuk mengambil langkah-langkah nyata untuk menghentikan upaya menuju genosida.
"Hal itu dapat mengubah tatanan dan sistem yang ada di komunitas masyarakat di Myanmar mengingat banyak etnis Rohingya yang tinggal di luar Myanmar," ujar dia.
Putusan Mahkamah Internasional, lanjut Yuyun, juga membuat ASEAN untuk melihat kembali apakah yang sudah dilakukannya selama ini memenuhi prasyarat untuk mencegah tindak kekerasan terhadap Rohingya.
Kemudian ASEAN juga harus menelaah kembali terhadap upaya-upaya lanjutan untuk menangani permasalahan etnis Rohingya.
"Langkah-langkah lanjutan ASEAN apakah sudah memenuhi prasyarat untuk mencegah tindak kekerasan terhadap Rohingya? Karena adanya putusan Mahkamah Internasional, maka ASEAN harus menelaah kembali kebijakan terkait etnis Rohingya," ujar Yuyun.
Keputusan Mahkamah Internasional, Kamis, hanya membahas permintaan Gambia untuk langkah-langkah pendahuluan, setara dengan perintah penahanan negara, Reuters melaporkan.
Myanmar diberikan waktu empat bulan untuk menaati keputusan tersebut dan diwajibkan melaporkan perkembangnnya kepada Mahkamah Internasional setiap enam bulan.
Keputusan akhir ICJ terkait dugaan genosida di Myanmar diyakini bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun untuk dicapai.
Majelis yang terdiri dari 17 hakim memperjelas dalam keputusannya bahwa mahkamah meyakini warga Rohingya berada dalam bahaya, dan karenanya langkah-langkah harus diambil untuk melindungi mereka.
Rohingya tetap "berisiko serius terhadap genosida," kata hakim ketua Abdulqawi Yusuf, sambil membaca ringkasan keputusan tersebut.
Baca juga: Komisi bentukan pemerintah Myanmar temukan "kejahatan perang"
Baca juga: Indonesia pantau proses persidangan genosida di Mahkamah Internasional
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020