Jakarta (ANTARA) - Penasehat hukum pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo, mewacanakan untuk memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (2007-2009) Sofyan Djalil sebagai saksi dalam persidangan selanjutnya kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
"Ada hal-hal yang perlu kita konfirmasi kepada menteri BUMN saat itu, jadi kalau diperkenankan mungkin mohon pada kesempatan berikutnya atau kesempatan yang akan datang bisa dihadirkan Menteri BUMN untuk menginformasi beberapa aspek, Pak Sofyan Djalil," ujar salah seorang penasihat hukum Soetikno Soedarjo dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Saksi ungkap hubungan Emirsyah Satar dan Soetikno
Ditemui usai persidangan, Penasihat Hukum Soetikno Soedarjo lainnya, Juan Felix Tampubolon mengatakan pemanggilan Sofyan Djalil dilakukan untuk membuktikan tidak adanya persekongkolan antara Soetikno dengan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
"Yang bisa menunjukkan tidak ada persekongkolan ini bisa kita mulai dari awal, siapa yang menghendaki adanya pembelian Airbus ini dan sebagainya. Ya itu arahan dari menteri pada saat itu. Kita panggil saja menterinya, kita tanya," ujar Juan Felix kepada Antara.
Menurut Felix, perkara yang menjerat Soetikno adalah kasus suap. Namun, dalam pemeriksaan saksi-saksi yang telah dilakukan, dia dan tim penasihat hukum Soetikno melihat adanya upaya dari jaksa penuntut umum KPK untuk membuat seolah-olah terjadi persekongkolan antara kliennya dengan Emirsyah dalam pengadaan pesawat.
"Di sini kok timbul kita lihat dikorek-korek seolah-olah di dalam pengadaan itu sudah ada persekongkolan," ujar Felix.
Baca juga: Eks Direktur Garuda akui dicopot pascabahas harga mesin Rolls-Royce
Dia mengatakan dengan dihadirkannya Sofyan Djalil, akan terungkap alasan Kementerian BUMN merekomendasikan PT Garuda Indonesia untuk melakukan pengadaan pesawat Airbus.
"Kenapa dia dulu kepada Garuda merekomendasikan memberi pengarahan, arahnya ke Airbus. Dia pasti punya tim ahlinya dong, itu akan ditanya ke situ," ucap Felix.
"Jadi kita ingin kasih lihat bahwa ini tidak ada kongkalikong, tidak ada persekongkolan. Mungkin yang ada suap, pemberian," tambah dia.
Baca juga: Soetikno didakwa suap mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Rp46,3 miliar
Soetikno dan Emirsyah didakwa didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap yang mencapai sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR dan Bombardier Canada serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005—2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar, 884.200 dolar AS, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.
Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc, dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte. Ltd. dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd. Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG, serta pengadaan dan perawatan mesin Roll-Royce Trent 700.
Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya Rp87.464.189.911,16.
Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah Satar hinggga mencapai Rp46,3 miliar karena Emirsyah telah membantu Soektino untuk merealisasikan kegiatan: (1) Total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; (2) pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; (3) pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; (4) pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan (5) pengadaan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Soetikno adalah penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce.
Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788), melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77), dan satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).
Baca juga: KPK panggil 7 saksi penyidikan kasus suap pengadaan pesawat Garuda
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020