London, (ANTARA News) - China, Sabtu, mengutuk Presiden Prancis Nicolas Sarkozy karena mengadakan pertemuan dengan pemimpin spiritual Tibet di pengasingan Dalai Lama. China menyebut hal itu suatu "pendekatan oportunistik, tergesa-gesa dan berpandangan-pendek dalam menangani masalah Tibet".
"Perkembangan ini tentu saja merupakan tindakan yang tidak bijaksana yang bukan hanya melukai perasaan rakyat China, tapi juga membahayakan hubungan China-Prancis," demikian laporan kantor berita resmi China, Xinhua.
Dalai Lama telah lama terlibat dalam berbagai kegiatan di seluruh dunia guna memecah China. Ia dapat menyembunyikan sifat separatis kegiatannya, dengan bermacam cara termasuk menyamarkannya melalui cara berbicaranya, tulis Xinhua.
Rakyat dan pemerintah China dengan tegas menentang kegiatan Dalai Lama yang bertujuan memecah China dan dilakukan di negara mana pun dengan penyamaran apa pun. Mereka juga dengan tegas menentang setiap kontak kepala negara asing dengan Dalai Lama dalam bentuk apa pun.
Masalah Tibet melibatkan integritas wilayah dan kedaulatan China dan menyimpan kepentingan inti China.
Namun, tulis Xinhua, pihak Prancis tak memperdulikan keprihatinan China dan situasi umum hubungan China-Prancis, melakukan pendekatan yang oportunistik, tergesa-gesa dan berpandangan-pendek dalam menangani masalah Tibet.
Sebagaimana diberitakan oleh harian Inggris "Financial Times", Sarkozy ingin memelihara dialog dengan China mengenai ekonomi dan perdagangan, tapi pada saat yang sama percaya itu tak boleh menghalangi dia membicarakan masalah Tibet.
Selama kunjungannya ke China pada Agustus tahun ini, Sarkozy mengatakan Prancis sudah lama menganggap China sebagai mitra penting strategis, tepatnya sejak Jenderal Charles de Gaule (1890-1970) menjadi presiden Prancis.
Sarkozy juga menyampaikan kesediaannya untuk lebih meningkatkan hubungan antara kedua negara. Sementara ucapan Sarkozy masih bergema, apa yang dilakukan pihak Prancis mengenai masalah tersebut nyaris tak dapat memberi keyakinan.
Dengan pandangan dan keberanian seorang negarawan besar, Jenderal de Gaule membuka pintu hubungan persahabatan antara kedua negara 40 tahun lalu, sehingga Prancis menjadi yang pertama di antara negara Barat yang memiliki hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat China (RRC).
Ketika mengomentari keputusannya, de Gaule mengatakan itu dilandasi atas pengaruh yang terus meningkat mengenai kenyataan dan alasan.
Selama lebih dari lima dasawarsa terakhir, perkembangan hubungan China-Prancis secara keseluruhan telah berjalan baik. Kemunduran yang kadangkala terjadi dalam hubungan bilateral disebabkan oleh upaya Prancis untuk memainkan kartu hak asasi manusia dengan China dan penjualan senjatanya ke Taiwan, dalam pelanggaran atas kepentingan inti China mengenai penyatuan kembali nasional.
Berkat upaya bersama oleh kedua pihak, beberapa tahun terakhir telah menyaksikan perkembangan baik hubungan China-Prancis. Pertukaran dan kerjasama di segala bidang telah berkembang.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008