poinnya tidak terletak kepada aspek negosiasinya, melainkan keamanan dan keselamatan nelayan yang menangkap ikan di tapal batas.

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diharapkan dapat meningkatkan patroli pengawasan kelautan di kawasan perairan nasional secara reguler, agar bisa mengawasi jangan sampai ada nelayan yang melintas batas sehingga berpotensi ditangkap aparat negara lain.

"Yang diperlukan adalah pencegahan melalui patroli di tapal batas secara reguler," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya KKP berhasil membebaskan sebanyak 15 nelayan Indonesia yang ditangkap aparat Malaysia melalui negosiasi alot, sebelum nelayan bisa dibawa ke Malaysia.

Terkait hal tersebut, Abdul Halim berpendapat bahwa poinnya tidak terletak kepada aspek negosiasinya, melainkan keamanan dan keselamatan nelayan yang menangkap ikan di tapal batas.

Baca juga: Nelayan Indonesia diimbau tidak melaut di perairan berbahaya Malaysia

Untuk itu, ujar dia, diharapkan ke depannya patroli yang memastikan keamanan dan keselamatan dari nelayan Nusantara perlu dilakukan secara berkala dan konsisten oleh KKP.

Sebelumnya, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan berhasil membebaskan nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

"Kita berhasil memulangkan 15 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh APMM, semuanya merupakan awak kapal perikanan KM. Abadi Indah," jelas Plt. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo.

Baca juga: KKP beberkan kronologi bebaskan 15 nelayan Indonesia di Malaysia

Ia mengemukakan bahwa pembebasan itu ditempuh melalui upaya persuasif dan tidak melalui proses hukum di Malaysia. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bukti kerja nyata pemerintah dalam perlindungan nelayan, yang saat ini menjadi salah prioritas KKP.

Nilanto menjelaskan bahwa keberhasilan pembebasan dan pemulangan nelayan Indonesia tersebut tidak terlepas dari komunikasi dan koordinasi yang dilakukan secara intensif antara pihak Ditjen PSDKP-KKP dengan APMM Malaysia.

"Berbekal hubungan baik antar kedua lembaga serta adanya kerangka Memorandum of Understanding on Common Guidelines antara Indonesia dan Malaysia, pihak aparat Malaysia bersedia melepaskan nelayan kita tersebut," ucapnya.

Baca juga: KKP bebaskan nelayan Indonesia yang ditangkap aparat Malaysia

Sebagaimana diketahui, MoU Common Guideline merupakan kesepakatan aparat penegak hukum di bidang maritim antara Indonesia dan Malaysia yang diantaranya menyepakati langkah-langkah penanganan terhadap nelayan kedua negara yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah batas maritim yang masih dalam sengketa.

MoU tersebut merupakan kerangka hukum yang membuat upaya persuasif dapat dilakukan oleh Ditjen PSDKP dengan mengedepankan prinsip saling menghormati kedua negara.

Saat ini, kata Nilanto, ke-15 nelayan tersebut telah diserahterimakan kepada Kepala Pangkalan PSDKP Batam dan sudah kembali bekerja.

"Penjemputan kami laksanakan dengan Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 02, ini menjadi hal yang penting bagi kami sebagai bentuk langkah nyata kehadiran KKP untuk selalu melindungi nelayan dan masyarakat kelautan perikanan," jelas Nilanto.

Sekadar diketahui, KM. Abadi Indah merupakan kapal perikanan Indonesia yang ditangkap oleh APMM pada tanggal 5 Januari 2020. Kapal yang mengoperasikan alat penangkapan ikan jala jatuh berkapal (cast net) kapal tersebut oleh pihak Malaysia ditangkap atas dugaan melakukan penangkapan sotong secara ilegal di wilayah perairan Malaysia.

Baca juga: Menteri Kelautan diminta perkuat pengawasan sumber daya perikanan
Baca juga: Edhy Prabowo serukan membangun komunikasi untuk jaga laut Nusantara

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020