Jakarta (ANTARA) - Penanganan gangguan irama jantung atau aritmia saat ini tak semata pemberian obat, tetapi juga bisa melalui metode ablasi kateter elektronis (prosedur non-bedah untuk memperbaiki aktivitas listrik abnormal pada jantung dengan mengirimkan energi radiofrekuensi melalui kateter).
Dokter spesialis jantung dari RS MMC Jakarta dr Dicky Armein Hanafy mengatakan melalui metode ini pasien bisa pulih tanpa perlu minum obat sama sekali.
"Efek samping obat tidak kecil. Pasien bisa sembuh 100 persen dengan ablasi, tidak perlu lagi minum obat," kata dia di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Batuk-batuk bisa bantu atasi serangan jantung? Begini kata ahli
Ablasi, tindakan medis dengan minim invasi, dilakukan menggunakan kateter elektroda yang dipasang di pembuluh darah vena atau arteri di lipatan pangkal paha ditujukan ke jantung.
"Ujung kateter elektroda akan menghancurkan sebagian kecil jaringan sistem hantaran listrik yang menganggu irama di jantung hingga normal kembali," ujar dokter spesialis jantung RS MMC Jakarta, dr. Sunu Budhi Raharjo dalam kesempatan yang sama.
Sunu mengatakan, kateter elektroda akan secara akurat mengidentifikasi sumber utama penyakit aritmia secara kasat mata.
Aritmia merupakan penyakit sistem listrik jantung. Adanya gangguan pada pembentukan atau penjalaran impuls listrik menyebabkan irama jantung tidak berdenyut secara ritmik, bisa terlalu cepat atau terlalu lambat.
Anda bisa meraba nadi sendiri untuk mendeteksi dini kelainan irama jantung. Normalnya, jantung berdenyut sebanyak 50-90 kali per menit. Denyut jantung disebut berdetak terlalu cepat saat mencapai 200 kali per menit. Sementara denyut jantung dikatakan melambat ketika berdenyut 40 kali per menit.
Jika tak tertangani dengan baik, aritmia bisa menyebabkan kerusakan otak permanen hingga kematian mendadak penderitanya.
"Aritmia kerap diabaikan, karena fokusnya ke koroner. Jantung tidak bisa memompa efektif sehingga jantung berhenti, ini bentuk aritmia fatal. Kalau penanganan tidak tepat bisa berakhir fatal," kata Dicky.
Baca juga: Kapan pingsan bisa jadi tanda bahaya?
Baca juga: Makanan ini tak disarankan untuk penderita gangguan jantung
Baca juga: Penderita gangguan irama jantung boleh berhubungan seksual? Ini kata ahli
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020