Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN menyatakan pembentukan holding (induk perusahaan) Pelindo I-IV dan Rukindo diharapkan terealisasi tahun 2009 setelah masalah perpajakan selesai.

"Mudah-mudahan awal tahun depan masalah pajak bisa beres, sehingga tinggal implementasinya saja," kata Menneg BUMN Sofyan Djalil, di Kantor Kementerian BUMN, di Jakarta, Jumat.

Menurut Sofyan, saat ini pemerintah melalui Tim Privatisasi sedang berupaya mengatasi masalah perpajakan terkait dengan revaluasi aset-aset perusahaan yang digabungkan.

"Secara konseptual, pembentukan holding oke...tinggal mencari solusi masalah pajak dengan Ditjen Pajak, termasuk dengan Menteri Keuangan," ujar Sofyan.

Menurut Sofyan, holding perusahaan yang bergerak di bidang kepelabuhanan (Pelindo) dan jasa pengerukan (Rukindo) diharapkan mendorong peningkatan pelayanan kepelabuhanan.

Dengan holding, terjadi sinergi antar perusahaan sehingga memiliki kemampuan pendanaan yang lebih kuat untuk membangun pelabuhan yang lebih besar sehingga mampu bersaing dengan pelabuhan internasional di kawasan regional.

Pelindo I berlokasi di Belawan, Medan, Pelido II Tanjung Priok, Jakarta, Pelindo III Tanjung Perak, Surabaya, Pelindo IV Ujung Pandang.

Ke empat perusahaan itu bergerak pada jasa kepelabuhanan, seperti terminal penumpang, terminal petikemas, usaha galangan kapal, pemanduan kapal, hingga pergudangan.

Sedangkan Rukindo, bergerak pada usaha pengerukan dan reklamasi pelabuhan dan pantai.

Meski begitu Sofyan Djalil tidak menyebutkan besar aset dari ke lima perusahaan tersebut.

Ia hanya menjelaskan, dengan holding pendapatan perusahaan ke depan akan lebih meningkat.

Sementara itu, Deputi Menneg BUMN Bidang Logistik dan Pariwisata Hari Susetio menjelaskan, dengan holding dari sisi permodalan akan lebih kuat karena selama ini untuk pengembangan perusahaan membutuhkan dana yang besar.

Dengan langkah strategis tersebut Indonesia nantinya memiliki pelabuhan berskala internasional sebagai hub transhipment.

"Selama ini pengiriman barang (ekspor-impor) harus melalui pelabuhan Singapura atau Malaysia sehingga terjadi pemborosan devisa," ujarnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008