Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI M. Syafi'i mempertanyakan keberanian Calon Hakim Agung Kamar Perdata atas nama Rahmi Mulyati dalam memutuskan sebuah perkara khususnya dalam kasus yang berkaitan keluarga hakim.

"Kalau ada konflik kepentingan atas keputusan dan kepentingan keluarga, bagaimana sikap anda sebagai Hakim Agung nanti," kata M. Syafi'i dalam uji kelayakan dan kepatutan Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, dirinya tidak meragukan kemampuan pengetahuan hukum CHA Rahmi yang mengikuti uji kelayakan di Komisi III DPR karena sebelumnya telah lolos dalam seleksi di Komisi Yudisial (KY).

Karena itu M. Syafi'i menilai perlu menanyakan terkait integritas CHA Rahmi ketika nanti menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung khususnya dalam memutuskan perkara agar tidak ada konflik kepentingan dalam putusannya.

Baca juga: Komisi III DPR hati-hati lakukan uji kelayakan CHA

"Di lapangan, saya tidak pernah bertemu hakim yang dalam kajian saya tidak pahami hukum namun 'memainkan' hukum," ujarnya.

Selain itu, dia juga menjelaskan terkait kunjungan kerja Komisi III DPR ke beberapa tempat, banyak hakim di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) yang mengeluhkan keamanan dirinya sebagai hakim.

Menurut dia, dari keluhan tersebut terlihat bahwa ada kekhawatiran akan keamanan karena tugas sebagai hakim karena kasus yang ditanganinya.

"Saya takut kalau anda dihadapkan dilema seperti itu, ambil putusan yang anda yakini maka keselamatan anda atau anak terancam. Bagaimana anda bersikap," katanya.

Mendengar pernyataan M. Syafi'i tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir menambahkan bahwa ada informasi bahwa CHA Rahmi pergi-pulang ke PN Jakarta Pusat tempat Rahmi berdinas, menggunakan bus.

Adies menanyakan apakah Rahmi tidak khawatir akan keselamatan dan keamanannya sebagai hakim, khususnya kekhawatiran kalau ada ancaman yang ditujukan kepada yang bersangkutan.

Baca juga: Calon hakim ad hoc lolos tahap selanjutnya kurang dari yang dibutuhkan

"Saya dengar di PN Jakarta Pusat, anda senang naik bus, tidak khawatir keamanan? Saya tidak tahu apakah sekarang masih suka naik bus atau tidak," katanya.

CHA Rahmi menceritakan dirinya pernah diminta keluarganya untuk menangani perkara yang menjerat anggota keluarga besarnya.

Namun dia menolak dan meminta agar kasus ditangani hakim lain agar tidak terjadi konflik kepentingan serta dirinya meminta hakim tersebut untuk memeriksa perkara tersebut seadil-adilnya.

"Saat itu saya bilang ke teman yang menangani perkara tersebut bahwa kasus itu ada hubungan keluarga dengan saya, dan saya minta periksa seadil-adilnya. Lalu dihukum dan saya dimusuhi keluarga (besar), tiap pertemuan keluarga selalu disebut hal itu," katanya.

Dia juga menceritakan pernah mengalami ancaman ketika proses persidangan sebuah kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban jiwa di PN Jakpus.

Menurut dia, dirinya mendapatkan ancaman dari keluarga tersangka kalau dia tetap memberikan hukuman namun hal itu tidak digubrisnya.

Selain itu dia juga mengakui ketika berdinas di PN Jakpus, sering naik bus dari rumahnya di daerah Tangerang.

"Biasanya naik bus P-100 bawa berkas (perkara), berdiri atau terkadang duduk dekat supir. Ya saya pakai celana dan topi di dalam bus," katanya.

Baca juga: Calon hakim ad hoc lolos tahap selanjutnya kurang dari yang diminta

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020