Pasal 383 ayat (3) dan Pasal 171 ayat (3) jelas mengatur tentang panggilan paksa berkenaan dengan hak angket, sedangkan panggilan paksa dalam Pasal 73 meliputi semua rapat yang dilakukan oleh DPR
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara Universitas Jember Adam Muhshi mengatakan Panitia angket DPRD Jember bisa melakukan pemanggilan paksa pejabat Pemerintah Kabupaten Jember karena hal tersebut diatur oleh undang-undang.
"Pembatalan Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU MD3 oleh Putusan MK Nomor 16/PUU-XVI/2018 tidak dapat dimaknai telah membatalkan pula ketentuan Pasal 383 ayat (3) UU MD3 dan Pasal 73 ayat (3) UUD Pemda," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya tidak benar bahwa Pasal 383 ayat (3) UU MD3 dan Pasal 171 ayat (3) UU Pemda sejenis dan identik dengan Pasal 73 UU MD3 seperti telah disampaikan oleh beberapa pihak sebelumnya.
"Pasal 383 ayat (3) dan Pasal 171 ayat (3) jelas mengatur tentang panggilan paksa berkenaan dengan hak angket, sedangkan panggilan paksa dalam Pasal 73 meliputi semua rapat yang dilakukan oleh DPR," tuturnya.
Baca juga: DPRD Jember bentuk panitia hak angket untuk kebijakan Bupati
Meski pun frase-nya memang sama yakni pemanggilan paksa, lanjut dia, akan tetapi konteksnya berbeda sehingga tentu saja normanya juga berbeda karena norma yang dibatalkan adalah panggilan paksa yang berkenaan dengan rapat DPR yang tidak ditegaskan jenis rapatnya apa.
"Jadi bukan panggilan paksa yang berkenaan dengan pelaksanaan hak angket sebagaimana diatur dalam Pasal 204, Pasal 205, Pasal 333 ayat (3) dan Pasal 383 ayat (3) UU MD3 dan Pasal 171 ayat (3) UU Pemda, sehingga Panitia Angket DPRD Jember bisa melakukan pemanggilan paksa para pejabat," katanya.
Ia menjelaskan putusan MK hanya membatalkan pasal 73 dengan objek pemanggilan paksa setiap orang, namun pemanggilan paksa terhadap pejabat dan badan hukum terkait fungsi pengawasan DPRD tidak ada persoalan.
"Dewan melalui panitia angket diberikan kewenangan melakukan penyelidikan dengan memanggil sejumlah pihak dan itu menyangkut kepentingan publik, sehingga sah-sah saja," ucap dosen di Fakultas Hukum Unej itu.
Dalam hal pemanggilan paksa, lanjut dia, panitia angket bisa meminta bantuan aparat kepolisian setempat untuk menghadirkan pejabat yang akan dimintai keterangan oleh anggota panitia angket.
"Menurut saya idealnya polisi juga harus tunduk untuk membantu panitia angket karena hal itu diatur dalam undang-undang yang dalam konteks DPRD Jember melakukan pengawasan dan penyelidikan terhadap kebijakan Bupati Jember," katanya.
Adam juga menyayangkan keraguan kepala daerah terkait dengan legitimasi panitia angket dan tidak tepat Bupati Faida menilai keabsahan hak angket DPRD karena sebagai pihak eksekutif tidak memiliki kewenangan untuk itu.
"Tidak bisa kemudian penilaian bupati tentang sah tidaknya hak angket tersebut dijadikan alasan untuk tidak memenuhi panggilan panitia angket DPRD Jember," ujarnya.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020