Pangkalpinang (ANTARA News) - Deputi Bidang Politik Hukum Pertahanan dan Keamanan dari Bappenas, Bambang Sutedjo, mengemukakan, pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintahan rawan memicu tindak pidana korupsi karena celah bermain cukup lebar.
"Akibat tindakan tersebut, berimbas terhadap kualitas proyek," ujarnya pada acara `Workshop Rencana Aksi Nasional (RAN) Antikorupsi` di Gedung Serba Guna kompleks Perkantoran Provinsi Bangka Belitung (Babel), Kamis.
Selain pengadaan barang dan jasa, kepemilikan atas tanah juga rawan korupsi karena banyak celah yang terbuka untuk `bermain` di situ.
Akibat korupsi kualitas proyek misalnya jalan, rumah sakit dan sekolah yang dibangun cepat mengalami kerusakan, yang ujung-ujungnya merugikan rakyat.
Justeru itu, ia mengingatkan kepada pejabat daerah untuk menjalankan program pembangunan fisik sesuai prosedur.
"Pengadaan barang dan jasa serta status kepemilikan atas tanah jangan dikorupsi,jika tidak ingin berurusan dengan hukum," ujarnya.
Menurut dia, Rencana Aksi Nasional (RAN) Antikorupsi merupakan bukti dari komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di daerah ini dengan melakukan gerakan bersama seluruh komponen pemerintah dan masyarakat.
"RAN ini sudah terbentuk pada 23 provinsi di Indonesia, Babel adalah provinsi yang ke-23 terbentuk, sementara yang belum akan menyusul.Namun gerakan antikorupsi sudah dulu digencarkan, sebelum RAN terbentuk," ujarnya.
Menurut dia, RAN sangat strategis dalam menekan angka korupsi yang cukup parah di daerah ini karena melibatkan berbagai unsur diantaranya pemerintahan, kepolisian, legislatif dan elemen masyarakat.
Gubernur Bangka Belitung, Eko Maulana Ali, mengatakan, pihaknya tetap komit memberantas korupsi di daerah itu, terutama di sektor pengadaan barang dan jasa untuk proyek fisik.
"Kami tidak sembarangan menunjuk kontraktor dalam mengerjakan proyek di daerah ini,jika ada kontraktor nakal maka siap disingkirkan karena dapat menghambat pembangunan daerah," ujarnya.
Menurut dia, ada tiga komponen yang sangat penting dan harus bersinergi dalam membersihkan negeri ini dari tindak pidana korupsi yaitu Eksekutif (lembaga pemerintahan), Legislatif (DPR/DPRD) dan Yudikatif (aparat penegak hukum).
"Tiga komponen ini, menurut dia, sangat berperan dalam membuat kebijakan dan aturan yang menutup celah korupsi, disamping bantuan berbagai komponen masyarakat," ujarnya.
Gubernur juga meminta berbagai komponen baik LSM,media cetak dan elektronik serta tokoh masyarakat berperan aktif mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan fisik di daerah ini.
"Pokoknya pemberantasan korupsi adalah tekad kami dan itu sudah harga mati karena korupsi adalah kejahatan besar yang bertentangan dengan hukum, moral, agama dan budaya, sehingga harus diberantas tuntas," ujarnya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008