Jakarta (ANTARA News) - Rien Kuntari, wartawati senior harian Kompas yang juga dikenal sebagai salah satu wartawan Indonesia yang kerap meliput perang, meluncurkan buku yang berkisah tentang saat-saat terakhir perpisahan Timor Timur dengan Republik Indonesia, dalam acara di Jakarta, Kamis petang.
"Judul buku `Timor Timur Satu Menit Terakhir` yang dipilih penulis adalah judul yang seksi, `satu menit terakhir` tetapi bercerita banyak," kata Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda yang menghadiri dan memberikan sambutan dalam peluncuran buku tersebut.
Menurut Menlu, karya Rien Kuntari menampilkan salah satu sejarah penting di Indonesia yang diangkat dengan memakai sudut pandang seorang wartawan.
Menyinggung mengenai masalah Timor Timur yang kini memakai nama resmi Timor Leste, Menlu Hasan Wirayuda mengemukakan bahwa penyelesaian konflik kedua pihak cukup pelik dan untuk penyelesaiannya memang memerlukan lobi-lobi diplomasi dengan dituntut kreativitas yang tinggi, seperti yang sudah dijalankan kedua negara.
Buku setebal 483 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan itu diawali dengan laporan penulis tertanggal 15 Juli 1999 yang menandai awal perjalanan liputan seorang wartawan pada salah satu bekas provinsi di Indonesia yang tengah mempersiapkan jajak pendapat untuk menentukan keputusan tetap bergabung dengan RI atau menjadi negara merdeka.
Rien yang malam itu berkebaya hitam dan kain batik -- busana yang jauh dari gambaran seorang wartawati perang, mengakui memang proses pembuatan buku ini cukup panjang dimulai dari dorongan August Parengkuan, wartawan senior dan atasannya di Kompas, sampai dengan saat penulisan yang tertunda-tunda karena ia jatuh sakit berkepanjangan.
Ia pun mengaku lega ketika akhirnya buku tersebut selesai ditulis dan bisa diterbitkan, bahkan telah menyiapkannya naskah-naksah untuk buku berikutnya sebagai rangkaian trilogi tentang Timor Timur.
Netralitas Rien sebagai wartawan sangat diuji baik dalam proses liputan sampai dengan penulisan, pasalnya, sebagai warga negara Indonesia ia mengaku sangat ingin agar Timtim tetap dalam pangkuan RI, namun dalam kenyataannya ia harus rela memandang Timtim terlepas menjadi negara merdeka, bahkan ia pun harus berpamitan dengan Xanana Gusmao yang sudah menjadi teman dekatnya.
Buku pertama karya Rien, yang sudah malang melintang meliput perang Teluk, Rwanda, Referendum Irak dan proses perdamaian Kamboja itu pun mendapat kata pengantar dari Ali Alatas, mantan Menlu RI, Xanana Gusmao dan Letjen (Purn) Agus Widjojo.
Acara peluncuran buku itu menampilkan para pembicara seorang pengamat militer J Kristiadi, pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Endy Bayuni dan pakar hukum Todung Mulya Lubis, serta dihadiri sejumlah tokoh, termasuk Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri yang pernah menjadi Panglima Penguasai Darurat Militer Timor Timur dan sejumlah rekan penulis.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008