Konsumen, terutama mereka yang tergolong miskin, dirugikan karena mereka harus membayar lebih mahal

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengingatkan bahwa kebijakan hambatan nontarif dalam perdagangan komoditas sektor pangan dinilai ke depannya akan dapat merugikan konsumen karena dapat berdampak kepada kenaikan harga pangan.

"Konsumen, terutama mereka yang tergolong miskin, dirugikan karena mereka harus membayar lebih mahal," kata Galuh Octania di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, salah satu komoditas pangan yang terkena dampak penerapan hambatan nontarif adalah beras, yang merupakan bahan pangan pokok di Nusantara.

Hambatan itu, ujar dia, pada akhirnya berkontribusi pada kenaikan harga beras secara signifikan, yang juga memengaruhi asupan kalori orang karena ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan gizi makanan bagi keluarga mereka, terutama orang miskin.

"Padahal kalau harga beras lebih murah, mereka bisa membeli komoditas pangan lain untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga atau bisa menyisihkan pendapatannya untuk biaya pendidikan atau kesehatan," kata Galuh Octania.

Saat ini, lanjut Galuh, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga kestabilan harga beras, serta produktivitas beras musiman telah berfluktuasi sejak 2013, mencapai rata-rata hanya 5,19 ton per hektare per tahun.

Sementara pemerintah, masih menurut dia, mengklaim bahwa hasil produksi beras dalam negeri telah meningkat setiap tahun dan mengalami surplus, mereka terus secara konsisten mengimpor beras dari luar negeri. Tentu saja hal ini bertentangan dengan klaim bahwa produksi dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebelumnya, Indonesia siap menginisiasi kolaborasi antarnegara dan antarpebisnis di kawasan Asia untuk membangun kemandirian pertanian dan ketahanan pangan Asia melalui Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 yang akan digelar di Jakarta, Maret mendatang.

“Peran dan posisi Asia dalam produksi pertanian global sangat besar. Kolaborasi akan membangun ketahanan pangan negara-negara Asia dan menjamin ketersediaan pangan dunia,” ujar Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Moeldoko, yang menginisiasi ASAFF di Jakarta, Kamis (9/1).

ASAFF kedua akan diselenggarakan pada 12-14 Maret 2020 di JCC, dan dijadwalkan dibuka oleh Presiden Joko Widodo.

Melalui ASAFF, lanjutnya, sinergi dan kolaborasi tersebut diharapkan dapat diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Asia dan menjadi penyuplai utama pangan dunia.

Baca juga: FAO: Harga pangan dunia naik lagi pada November
Baca juga: FAO umumkan harga pangan dunia naik drastis pada November 2019

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020