Jakarta (ANTARA News) - Presiden Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Ryaas Rasyid mengatakan penetapan seorang gubernur tidak perlu dilakukan dengan pemilihan langsung oleh rakyat, namun cukup dengah pemilihan yang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD I) setelah dikonsultasikan dengan pemerintah pusat.

"Gubernur tidak perlu dilakukan pemilihan langsung, tetapi gubernur dipilih oleh DPRD I setelah dikonsultasikan ke pemerintah pusat. Di situlah (konsultasi) peran pemerintah pusat," kata Ryaas Rasyid di Jakarta, Kamis.

Pernyataan Ryaas diungkapkan ketika diminta komentarnya menyusul maraknya sengketa Pilkada di beberapa daerah di Indonesia.

Menurut Ryaas, dalam UUD 1945 tidak diatur mengenai pilkada langsung gubernur, yang ada hanya menyebutkan bahwa ---gubernur dipilih secara demokratis---.

Dengan demikian,katanya, pemilihan gubernur melalui DPDR I juga sudah memenuhi aturan undang-undang dan dipilih secara demokratis.

Lebih lanjut Ryaas menjelaskan berdasarkan UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ditegaskan pula bahwa gubernur selain Kepala Daerah juga merupakan wakil pemerintah pusat. Dengan demikian jika konsisten gubernur juga wakil pemerintah pusat, maka tidak perlu ada pilkada langsung.

"Ini tidak konsisten. Saya curiga konsepnya tidak dipahami oleh pemerintah. Wong wakil pemerintah pusat kok dipilih langsung," kata Ryaas.

Karena itu, Ryaas mendesak segera dilakukannya revisi UU no 32 tahun 2004 segera dilakukan, sehingga masalah pilkada langsung gubernur tidak salah kaprah.

Langkah mundur

Gagasan Ryaas Rasyid agar gubernur cukup dipilih oleh DPRD I, menurut Guru Besar Politik Institute Pemerintahan dalam Negeri (IPDN) Johermasyah Johan dinilai sebagai langkah mundur.

Menurut Johermansyah, yang diperlukan hanyalah penguatan kewenangan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat.

Johermasyah mengusulkan adanya revisi UU 32 tahun 2004 dengan memasukkan pasal-pasal penguatan untuk kewenangan gubernur.

"Kita sebaiknya bertahan dengan demokrasi pemilihan langsung (electoral democracy), bukan malah mundur ke demokrasi perwakilan (representative demokrasi)," kata Johermasyah yang juga menjadi Deputi bidang Politik Seswapres RI.

Johermansyah menjelaskan gubernur sebagai kepala daerah otonom tetap diakui kewenangannya untuk mengatur daerah otonomnya. Artinya dalam urusan rumah tangga otonomi, gubernur diberikan keleluasaan berkreasi dan mengatur.

Namun selaku wakil pemerintah pusat, maka gubernur diberikan kewenangan melalui undang-undang. Di sinilah, tambah Johermasyah, Gubernur bisa bertindak selaku wakil pemerintah pusat.

"Sebagai wakil pemerintah pusat gubernur diberikan penguatan kewenangan, misalnya sebagai koordinator, supervisi dan fasilitator bagi bupati dan walikota di wilayahnya," kata Johermasyah. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008