Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama lembaga terkait telah melakukan asesmen awal bagi korban dan terus melakukan koordinasi penanganan lanjutan,

Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan pelaku pencabutan terhadap anak-anak di Tulungagung, Jawa Timur harus diproses sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.

"Karena korbannya lebih dari satu, maka pelaku bisa dikenai pemberatan hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang," kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Nahar menjelaskan aturan yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Menurut Ayat (1) Pasal 82 Undang-Undang tersebut, pelaku pencabulan terhadap anak dipidana penjara paling sedikit lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Baca juga: LPSK: Upaya negara lindungi anak masih diuji

Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bila korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, gangguan fungsi reproduksi, dan/atau meninggal dunia, pelaku dikenai tambahan sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana diatur pada Ayat (1).

Sedangkan Ayat (5) dan (6) menyebutkan pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Terkait korban pencabulan di Tulungagung tersebut, Nahar mengatakan perlu dan berhak mendapatkan pendampingan.

"Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama lembaga terkait telah melakukan asesmen awal bagi korban dan terus melakukan koordinasi penanganan lanjutan," jelasnya.

Baca juga: KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap penjaga warung kopi berinisial MH (41) di Kabupaten Tulungagung yang telah mencabuti 11 anak laki-laki di bawah umur.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Komisaris Besar Polisi R Pitra Ratulangie mengatakan perbuatan cabul pelaku sudah berlangsung selama satu tahun, tetapi baru terungkap setelah ada laporan ke polisi pada 3 Januari 2020.

Untuk memperdaya korbannya, pelaku mengiming-imingi dengan uang imbalan Rp150 ribu hingga Rp250 ribu. Perbuatan cabul tersebut dilakukan di warung kopi yang dijaga pelaku.

Dari pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti antara lain pakaian dalam, akta pendirian Ikatan Gay Tulungagung, dan alat kontrasepsi.

Baca juga: Di satuan pendidikan pada 2019, KPAI catat 21 kasus kekerasan seksual

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020