Guru Besar Pasca Sarjana UI dan UNJ, Prof Dr Conny R. Semiawan, mengungkapkan hal itu dalam pidato ilmiah pada acara wisuda sarjana S-1 Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) IEC 2008 di Panti Prajurit, Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (3/12).
"Taraf intelegensia anak terbentuk dalam berbagai kondisi sosial, ekonomi, budaya serta alam biologis yang berbeda dan harus dipenui kebutuhannya agar pembinaan yang tejadi sesuai taraf perkembangannya, " kata Conny dalam pidato berjudul "Mengembangkan Potensi diri : Menemukan Genius Dalam Diri Anak" yang dibacakan putrinya Kutilang Semiawan.
Meski demikian, kata Conny, sifat dan pembawaan anak menyerap emosi dan seluruh citra kemanusiaan dari diri orang tuanya, terutama dari ibunya.
"Martabat manusia menuntut kemerdekaan dan kesamaan, dua ciri yang terkait satu dengan lainnya dan bermuara pada suasana demokratis di rumah dan di masyarakat pada umumnya," katanya.
Di hadapan 175 wisudawan yang mengikuti acara itu, ia menjelaskan bahwa pendidikan yang bermula dari rumah merupakan pengertian tentang arti tujuan hidup serta penemuan suatu cara hidup yang benar dan secara asasi sama bagi seluruh umat manusia, terutama bagi masyarakat Indonesia yang menghadapi era reformasi.
"Temuan cara hidup ini terkait dengan mendidik yang mengacu pada peluang untuk menemukan potensi kreatifnya," tutur Kutiliang, sarjana psikologi yang menyebutkan ibundanya sedang sakit sehingga ia mewakilinya.
Sebelumnya, Pembantu Ketua (Puket) I, J.S. Marsudi, M.Hum mewakili Ketua STIBA-IEC Prof. Dr. Asim Gunarwan mengatakan, sejak perguruan tinggi yang berakreditasi B itu berdiri pada 2001, belum ada lulusannya yang tidak bekerja, malah banyak yang mampu menciptakan lapangan kerja.
"Salah satu persaratan saringan kesarjanaan mereka, selain setelah menempuh jumlah kredit yang sudah ditetapkan, harus membuat tugas akhir berupa karya tulis dalam bahasa Inggris dan mempresentasikannya di depan dewan penguji," kata Marsudi.
Ketua Panitia Wisuda, Ansharullah, M.Ag menjelaskan, wisuda STIBA-IEC diadakan untuk kedua kalinya setelah yang pertama pada 2006 diikuti 70 wisudawan.
"Kini meningkat lebih dari dua kali lipat, sehingga menunjukkan adanya indikator peningkatan penyelenggaraan pendidikan di kampus STIBA-IEC. Ini semua terjadi karena kerja sama yang baik antara Yayasan Sura Mandiri sebagai payung STIBA-IEC dengan berbagai pihak termasuk dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas," kata Ansharullah.
Sedangkan Puket III Somatiah Fitriani, M.Pd menjelaskan, perguruan tinggi STIBA-IEC dengan pusat di Jatinegara Barat, memiliki cabang di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan,dan di Bekasi, sedangkan kursus bahasa Inggris IEC tersebar di 39 cabang.
Selain melaksanakan program studi Bahasa Inggris reguler, STIBA-IEC juga memiliki program D3 serta D1 untuk guru di tingkat TK dan SD dan ada program khusus transfer D3 dari berbagai jurusan ke jenjang S1 dengan kuliah Sabtu dan Minggu.
"Kita memiliki gedung sendiri, ruang berpendingin dan multimedia, ada lab bahasa dan komputer, ruang ibadah, parkir serta ada beasiswa untuk mahasiswa berprestasi dan kursus gratis bahasa Inggris di IEC selama kuliah. Kita juga menyelenggarakan pengajaran ke berbagai instansi pemerintah dan swasta," kata Somariah. (*)
Copyright © ANTARA 2008
IQ tinggi kalo moralnya jelek sama aja(bodoh)!
pendidikan paling dasar asalnya dari keluarga, kedua sekolah dan masyarakat kalo memang IQ tinggi harus dibarengi dengan dukungan keluarga kalo cuma sekolah aja mana bisa! sekolah tidak bisa mengawasi setiap anak yg IQ tinggi selama 24 jam. sama aja boong dari komentar diatas. belajar sendiri dari buku banyaaaak baca gitu yg benar! juga tergantung dari kemauan si anak harus di dorong terussssssssssss! gitu!
Kalau dicampur dengan yg ber-IQ rata2, jelas akan jemu mendengar uraian guru yg di-ulang2.
Akibatnya hilang konsentrasi, ngalamun, dan..., tahu2 sudah beda lagi yg dibahas guru!