Semarang (ANTARA News) - Saat ini budaya Jawa yang mempunyai nilai dan citra budaya sangat tinggi serta menjadi identitas suatu daerah tengah menghadapi tekanan akibat transformasi budaya asing. "Akibatnya minat masyarakat Jawa untuk mempelajari dan mengembangkan budayanya semakin berkurang. Bahkan, sebagian masyarakat setempat menyebut budaya Jawa sebagai budaya kuno, konvensional dan feodal," kata Widodo, Dosen jurusan seni, drama, tari dan musik (sendratasik) Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Rabu. Menurut dia, meskipun menghadapi tekanan, namun masih ada masyarakat yang berpegang teguh pada adat dan tradisi. Bahkan mereka berusaha mengembangkan budaya tersebut dalam kelompok-kelompok paguyuban atau pasinaon (pembelajaran). Misalnya, kursus tari, baik itu di kampus, sekolah dan kursus tata upacara pengantin adat di masyarakat. "Permasalahannya, bagaimana program pendidikan yang selama ini bersifat nonformal bisa menjadi program dalam pendidikan formal," katanya. Masyarakat seharusnya bangga karena memiliki aturan berbahasa. Masyarakat Jawa khususnya jawa tengah dikenal hingga mancanegara sebagai masyarakat yang berbudi luhur dan sopan santun. Namun perkembangan zaman mengatakan lain, sehingga banyak dampak di masyarakat yang membuat orang berpikir lain. Masyarakat Jawa dianggap sudah tidak lagi menerapkan ajaran budi pekerti. "Pekerjaan berat saat ini adalah berjuang untuk membuat bahasa dan sastra Jawa ini tetap eksis dan lestari. Menurut dia, salah satu di antara beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah memasukkan bahasa dan sastra Jawa ke dalam kurikulum pendidikan sehingga secara formal dapat dipelajari. Sementara itu, Drs Cipto Hadi Purnomo, M Hum, Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Unnes mengatakan, keberadaan bahasa Jawa menghadapi tantangan lebih besar di masa mendatang. Agar tidak semakin dijauhi maka visi pengajaran bahasa adalah menjadikan bahasa Jawa sebagai sarana komunikasi efektif. "Dalam pendekatan komunikatif, pengajaran bahasa berorientasi pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Melalui pendekatan tersebut diharapkan unsur kesulitan berbahasa dapat dihindari," katanya menjelaskan. Menurut dia, dalam komunikasi pasti ada pesan yang disampaikan. Karena itu pesan yang dipilih sebagai bahan ajar hendaknya dikembangkan dan dipilih sesuai kepentingan atau kebutuhan. "Selain itu pengembangan bahan pelajaran didasarkan pada peristiwa tutur yang lazim terjadi dalam kedudukan sehari- hari, baik lisan maupun tertulis," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008