Jakarta,  (ANTARA News) - Nona XYZ, sebut saja begitu, dua pekan belakangan ini mengidap virus cinta, padahal dirinya berjanji di hadapan Tuhan untuk membujang seumur hidup demi mempertahankan kesucian dan kesetiaan. Dia merasa jijik karena cinta dan persahabatan - dianggapnya produk asali dari Lusifer atau Iblis, malaikat yang diusir dari Taman Eden atau Taman Firdaus. Apa yang suci tidak boleh dicampuri segala yang kotor. Ini kredo yang setiap kali dilafalkan sang nona. Suatu ketika dia mencurahkan isi hati (curhat) kepada sesama rekan kantor. Reaksi yang diterima justru di luar dugaan. Teman-temannya tertawa cekikikan dan berkata bahwa jatuh cinta pada hakikatnya merevolusi diri, bukan justru menaklukkan diri kepada perintah "Jangan ini, dan jangan itu". Sontak sang nona teringat kepada pesan ibunda bahwa jangan pernah bergaul dengan mereka yang memeluk paham Kiri Baru (New Left). Ganjarannya neraka tujuh turunan. Mengapa? Gerakan kiri baru lebih memilih jalan radikal dengan memproklamasikan bahwa perubahan organisasi tidak akan terwujud dengan semata-mata mendiskusikan matriks bisnis atau memperdebatkan target-target perolehan pundi uang dari belakang meja dari hotel sampai vila. Praksis lebih penting ketimbang teori, meski praksis revolusioner perlu diterangi oleh lentera teori. Maksudnya? Kalau nona bertemu pemuda pujaan hati yang berkantor di gedung jangkung metropolitan, maka omongan mereka seperti layaknya penyair. Sarat dengan pelukisan pesona alam dan gemerlap bintang merona. Meski ada ungkapan bahwa jangan pernah menjalin cinta dan persahabatan karena terdorong pertimbangan gendut tidaknya dompet. Gerakan kiri baru punya resep, temukan jati diri (authentic-self), buang jauh-jauh birokratisasi. Tetapi, bagaimana dengan perjalanan roda sejarah bahwa terhitung Senin (1/12), harga premium turun sebesar Rp500 dari Rp6000 menjadi Rp5.500 per liter, masih saja ditanggapi dingin oleh para pengusaha dan pengemudi angkutan umum? Jangan sampai cinta kepada rakyat justru berat ongkos. Kiri baru menjawab, sepak terjang birokratisasi telah memberangus jati diri dan menggantinya dengan manusia massa yang mudah disetir oleh rayuan iklan-iklan konsumeristis dan aneka propaganda. Orang lantas menyediakan diri untuk dijual di bursa komoditi. Ia merelakan diri dijadikan nomor-nomor, atau dikerdilkan dalam target perusahaan. Buktinya para pengemudi taksi, mikrolet, koperasi wahana kalpika dan angkutan pengganti bemo yang mengatakan keberatan jika sampai tarif angkutan umum harus diturunkan. "Hari ini harga premium memang sudah turun, tetapi enggak ada apa-apanya. Dengan penurunan Rp500 per liter ini enggak mungkinlah tarif angkutan juga akan turun," kata Bejo, pengemudi Mikrolet M01 rute Pasar Senen-Kampung Melayu. Bagaimana pendapat mereka ini dilihat dari kacamata arus pemikiran kiri baru? Istilah Kiri dilawankan dengan Kanan. Kanan berarti mereka yang membela sistem dengan cara konservatif. Kiri berarti kritik terhadap struktur aktual masyarakat, terhadap reportase-reportase yang memelihara "status quo" masyarakat. Menjadi kiri berarti melibatkan diri dalam kritik masyarakat. Istilah Kiri Baru muncul kali pertama dalam majalah "The New Left Review" (1959) yang dikelola oleh kelompok Marxis-Liberal. Nama itu diciptakan oleh sosiolog Amerika, C. Wright Mills tahun 1958. Istilah gerakan mengacu kepada berbagai macam aktivitas, seperti upaya bagi perdamaian dunia, persamaan hak-hak sipil. Mereka mengarahkan kritik kepada masyarakat borjuis kapitalis Barat dan masyarakat komunis, karena keduanya tampil ke panggung sejarah sebagai anak sah dari proses modernisasi sejak revolusi industri. Pada 1966, di Amerika Serikat merebak gejala "the youth culture, counter culture dan counter institution". Mereka beranggapan bahwa segala kebudayaan modern membusukkan kemanusiaan melalui proses birokratisasi kehidupan dan terinspirasi oleh filsuf Prancis Jean Jacques Rousseau dengan semboyannya Mari Kita Kembali ke alam (retournons a la nature). Mereka mewartakan "kabar gembira" kepada dunia dengan mengucapkan rumusan negatif, yakni berkonfrontasilah melawan sistem nilai yang berlaku dengan mencari terus kontradiksi-kontradiksinya dalam praktik kehidupan sehingga kepentingan-kepentingan yang ada di balik sistem nilai itu menjadi terang benderang. Nah, bagaimana membaca denyut sosial bahwa sampai Jumat (28/11) sedikitnya 15.000 orang telah kehilangan pekerjaan. Pekerja yang sedang menunggu pengesahan PHK juga sudah mencapai 50.000 orang, naik empat kali dalam dua pekan terakhir. Jumlah ini bakal terus meninggi. "Kalau (industri) inti terganggu, subkontraktor-subkontraktor itu bakal terkena dampak parah dan cepat sekali efek dominonya," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi seperti ditulis Harian Kompas. Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi bulanan pad November sebesar 0,2 persen atau relatif rendah, disebabkan oleh deflasi pada dua kelompok pengeluaran penyumbang inflasi. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi, di mana harga secara umum jatuh, karena beredarnya jumlah uang beredar di masyarakat. Untuk inflasi tahun kalender Januari-November 2008, BPS mencatat 11,1 persen dan inflasi tahunan 11,68 persen. Dari 66 kota yang disurvai, tercatat 27 kota dilanda inflasi dan 39 kota didera deflasi. Sedangkan, penurunan harga bensin premium Rp500 per liter akan berpengaruh positif terhadap pengurangan laju inflasi pada Desember. Pada bagian lain, ekonom Institute for Development of Economics and Finance Ikhsan Modjo berpendapat rendahnya tingkat inflasi mengindikasikan ekonomi domestik akan memasuki gerbang resesi. "Terlalu rendahnya inflasi adalah indikasi ekonomi domestik masuk dalam resesi," katanya kepada harian Bisnis Indonesia. Keprihatinan mereka yang menyelenggarakan angkutan massal, kegundahan akan meningkatnya jumlah PHK, dan deraan deflasi di ubun-ubun masyarakat, kini bermetamorfosis menjadi premis-premis sosial. Maksudnya, mereka menjelma menjadi pion dari masyarakat modern yang gagap dan gamang memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dari khasanah pemikiran Kiri Baru, dalam bukunya "Escape from Freedom", Erich Fromm menulis bahwa kebebasan merupakan kenyataan yang serba mendua (ambigu). Situasi anarkis sebagai hasil perjuangan untuk memperoleh suasana `bebas dari` hukum dan norma akan menjadi absurd atau kehilangan makna tanpa usaha mengambil sikap bebas untuk menata kembali sistem norma yang baru. Ini kritik-atas-kritik dari gerakan Kiri Baru atas denyut kehidupan sosial ekonomi. Kalau saja cinta bersemi di langit Kiri Baru, maka terbetik sejumlah pertanyaan seputar jati diri, misalnya untuk apa orang harus rajin kalau ayah (saya) jutawan? Apakah orang bisa berbuat sesuatu bila ia tidak memiliki cukup uang? Apakah dibolehkan bila nona XYZ kelak di kemudian hari menikah dengan seorang pemuda dengan iming-iming uang? Bukankah sekarang ini banyak didapati dalam masyarakat pribadi-pribadi "a lonely wolf", pribadi dengan hati serigala namun berbulu domba? Jawabnya dikemukakan kolumnis MAW Brouwer yang menulis generasi muda membela sosialisme di mana setiap orang memiliki hak-hak yang sama dengan orang lain. Jika ada perbedaan kekayaan, maka kekayaan itu disamakan. Pendapat ini lebih masuk akal daripada teori bahwa perbedaan kelas adalah ciptaan surga tingkat tujuh. "The greatest good to the greatest number", maksudnya di antara semua tindakan yang diambil, di antara semua peraturan yang dianut, yang dapat dibenarkan adalah tindakan atau peraturan yang paling memajukan kepentingan banyak orang, sejauh memang telah diperhitungkan. Ini inti bagi mereka yang mau berselancar di tengah gelombang cinta bersemi di langit Kiri Baru.(*)

Oleh Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008