London  (ANTARA News) - Mata uang  Kerajaan Ratu Elizabeth, Great Britain Poundsterling (GBP), semakin terpuruk nilai tukarnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ekonom jebolan Brunel University London, Muslimin Anwar dalam keterangannya kepada koresponden Antara di London, Selasa, mengatakan kejatuhan indeks bursa efek FTSE 100 sebanyak 5,2 persen pada Senin kemarin juga menjadi pemicu pelemahan pound. Dikatakannya bila sebelum krisis keuangan meletus di Wall Street, AS, satu dolar AS setara dengan 0,5575 GBP, saat ini nilainya  0,6597. Artinya, dalam waktu hanya sekitar 2,5 bulan GBP telah terdepresiasi sebanyak 18,33 persen. Sedangkan terhadap mata uang tetangga terdekatnya, euro, dalam periode yang sama GBP telah terdepresiasi sebanyak 5,29 persen dari 0,7937GBP/euro menjadi 0,8356 GBP/euro pada 2/12/2008. Menurut doktor moneter peraih dua Chancelor Award dari Brunel University London tersebut, dalam sejarahnya, 1 Desember 2008 lalu merupakan hari paling kelabu semenjak Inggris keluar dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa (the Exchange Rate Mechanism/ERM) pada 1992. Pound turun drastis sebesar 5,2 sen menjadi $1.486/GBP dalam satu hari. Sementara itu Presiden Uni Eropa, Jose Manuel Barroso, menyatakan Inggris semakin dekat untuk bergabung dengan euro, di tengah terus berlanjutnya pelemahan GBP terhadap euro. Dalam sehari, pada Senin lalu, GBP turun 3,5 sen terhadap euro pada 0.851 pounds/euro. Muslimin Anwar melihat pernyataan Barosso suatu hal yang patut diperhitungkan. Ia masih ingat bagaimana Gordon Brown, pada  2003, ketika menjadi Menteri Keuangan, telah menghapuskan harapan sebagian warga Inggris untuk bergabung dengan euro dengan mengatakan Inggris belum siap untuk menjadi anggota.   "UK is not yet ready for membership". Semenjak itu, ia merasakan debat politik mengenai kemungkinan Inggris bergabung dengan euro semakin meredup, ujarnya . Namun demikian, dengan data ekonomi yang baru saja dikeluarkan Bank Sentral Inggris, Bank of England, ekonom Bank Indonesia itu menyatakan kemungkinan besar PM Gordon Brown akan mempertimbangkan kembali wacana tersebut. Ancaman resesi Ancaman resesi ekonomi tahun depan demikian besarnya. Seiring dengan penurunan permintaan global, gelombang PHK terus berlanjut. Bank papan atas HSBC mengumumkan rencana merumahkan 500 karyawannya di seantero Inggris Raya, menyusul keputusan pembuat mobil mewah Aston Martin yang akan memutuskan hubungan kerja dengan 300 pekerja tetap dan 300 pekerja paruh waktu. Sementara itu bank investasi ternama Credit Suisse telah memutuskan untuk memberhentikan 650 karyawannya. Dihadapkan pada fakta terus memburuknya perekonomian domestic dan global, merger dengan negara-negara di dataran Eropa merupakan satu solusi yang penting dipertimbangkan. Bergabungnya tiga negara besar di Eropa, yakni Perancis, Jerman dan Inggris dalam satu kekuatan akan membuat pasar Eropa semakin solid dan semakin meningkatkan kepercayaan penduduknya, kata Mahasiswa Utama Universitas Indonesia 1992 itu. Namun demikian, mantan Ketua ICMI-UK ini menyatakan bahwa kecintaan sebagian penduduk Inggris kepada Ratunya yang direfleksikan dalam hampir semua uang kertas dan logam akan menjadi batu sandungan untuk menggunakan euro. Pengalaman saya selama di Inggris juga menjelaskan bahwa hasil jajak pendapat di berbagai media menunjukkan keenganan publik untuk bergabung dengan euro. Mereka terikat dengan kedigdayaan masa lalu, sepertinya? Selain itu, Inggris harus mengikuti prosedur sebagaimana layaknya negara Eropa lain yang ingin bergabung dengan euro. Salah satu prasyaratnya adalah hutang luar negeri yang rendah. Tahun depan saja rasio hutang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris mencapai 8 persen. Bahkan diperkirakan pada tahun 2014 akan mencapai 57.4 persen, ujar Putra Kampus Indonesia 1992 itu merujuk pada penjelasan Barosso. Muslimin melihat ditengah ancaman resesi yang terus memburuk, persetujuan pemberian kredit perumahan yang semakin menurun yang menandakan harga rumah akan menjadi semakin murah dalam masa-masa mendatang. Apalagi dengan adanya pemutusan hubungan kerja yang semakin mewabah, serta semakin melemahnya pound terhadap euro dan dolar AS, maka bersatu dengan euro akan kembali menghiasi perdebatan ekonomi maupun politik di Inggris Raya dalam waktu-waktu mendatang, demikian Muslimin Anwar.  (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008