"Banyak yang migrasi dari kelas I ke kelas II, kelas II ke kelas III, bahkan kelas I ke kelas III. Jumlahnya sudah menembus di atas 800 ribu orang," kata Mufida di Jakarta, Selasa.
"Kalau masyarakat tidak merasa terbebani, tentu mereka tidak akan menurunkan kelas kepesertaan," ia menambahkan.
Menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, kenaikan iuran JKN juga menambah beban pemerintah daerah, yang harus menambah alokasi dana untuk menanggung iuran jaminan kesehatan bagi warga kurang mampu yang tidak tercakup dalam daftar penerima bantuan iuran dari pemerintah pusat.
Ia kecewa pemerintah tetap menaikkan iuran peserta program JKN Kelas III kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja meski rapat kerja DPR bersama Menteri Kesehatan pada 12 Desember 2019 menyepakati tidak ada kenaikan untuk peserta dalam kategori tersebut.
"Dengan kata lain tetap membayar Rp25.500. Namun, kenyataannya kenaikan tarif tetap terjadi dan kesepakatan dalam rapat kerja tidak dilaksanakan pemerintah dan BPJS Kesehatan," katanya.
Dalam rapat kerja pada Senin (20/1), beberapa anggota Komisi IX DPR sempat mengancam untuk menghentikan rapat bersama Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan karena pemerintah tetap menaikkan iuran JKN, terutama untuk peserta kelas III kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja.
Menanggapi pernyataan dan pertanyaan dari anggota Komisi IX DPR, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta Komisi IX DPR memberikan kesempatan untuk mencari jalan keluar guna mengatasi permasalahan yang meliputi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selaku penyelenggara program JKN.
Baca juga:
Komisi IX DPR minta komitmen pemerintah soal kenaikan iuran JKN
Lilitan defisit berujung kenaikan iuran JKN
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020