Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo mengungkapkan adanya produk keuangan yang dikeluarkan bank yang menyebabkan adanya perburuan terhadap dolar AS sehingga akhirnya rupiah melemah terus.
"Ada beberapa produk yang dipasarkan oleh bank eks BPPN dan oleh dua bank asing," kata Dradjadi di Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan, nasabah yang sudah terikat dalam market produk itu sudah terikat kontrak dan harus memenuhinya. Misalnya A ikut kontrak senilai 100.000 dolar AS maka A harus memenuhi dua kali lipatnya yaitu 200.000 dolar AS selama masa kontrak.
"Maka A harus mencari dolar AS sebanyak mungkin padahal saat ini mencapai sekitar Rp12.000 per dolar AS, tapi kemudian oleh bank hanya dibeli sekitar Rp9.600 per dolar sesuai kontrak," katanya.
Menurut dia, peluang nasabah memperoleh keuntungan hanya ada jika dolar di pasar melemah sementara jika dolar AS menguat maka yang untung banknya.
"Bank akan semakin besar untungnya kalau rupiah semakin terdepresiasi," katanya.
Ia menyebutkan, produk keuangan semacam itu menimbulkan adanya artificial demand (permintaan semu) terhadap dolar AS.
Dradjad menyebutkan, tidak saja ibu-ibu rumah tangga yang terjebak dalam produk semacam itu tetapi bahkan sejumlah BUMN sudah terjebak dalam produk keuangan itu.
"Karena itu selain melarang produk semacam itu, Bank Indonesia (BI) juga harus membatalkan kontrak-kontrak itu. Pemerintah melalui instrumen yang ada karena terkait BUMN, juga harus menempuh tindakan tegas," katanya.
Menurut Dradjad, upaya menstabilkan nilai tukar rupiah tidak akan ada gunanya jika masalah seperti ini tidak diselesaikan.
"Pengawasan selama ini memang menjadi kelemahan besar, produk sudah beredar ke mana-mana, ibu-ibu sudah banyak yang ikut, informasi yang saya terima ada 3.000 nasabah pada satu bank. Ini masalah serius yang harus diselesaikan," katanya.
Ia mengakui bahwa adanya gejolak kurs rupiah merupakan konsekuensi dari dianutnya sistem devisa bebas, namun pengawasan terhadap produk keuangan juga perlu mendapatkan perhatian.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008