Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mengatakan sedang mempertimbangkan pembentukan Dewan Kehormatan.

"Kepentingan untuk membentuk Dewan Kehormatan harus riil. Dewan Kehormatan sifatnya ad hoc, bukan permanen," katanya, disela-sela rapat dengar pendapat Komisi II dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tentang persiapan penyelenggaraan Pemilu 2009, di Jakarta, Senin.

Untuk itu, KPU perlu mempertimbangkan tingkat kepentingan pembentukannya. Dewan Kehormatan dibentuk jika ada kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu.

Menurut dia, masalah yang dihadapi KPU sehingga tidak dapat segera membentuk Dewan Kehormatan diantaranya adalah ketiadaan dana. KPU, lanjut dia, tidak menganggarkan dana untuk membiayai honor Dewan Kehormatan.

Anggota Dewan Kehormatan terdiri dari lima orang, dimana dua diantaranya adalah tokoh masyarakat.

"Kita akan membicarakan ini dengan Sekretaris Jenderal. Bisakah dibentuk Dewan Kehormatan," katanya.

Dalam rapat dengar pendapat tersebut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini mempertanyakan tentang waktu pembentukan Dewan Kehormatan.

Ia menilai seharusnya Dewan Kehormatan segera dibentuk sehingga dapat melakukan fungsi kontrol terhadap perilaku anggota KPU.

"Kenapa belum juga dibentuk? Apa sebenarnya kesulitan KPU," katanya.

Sebelumnya anggota Bawaslu telah merekomendasikan agar KPU segera membentuk Dewan Kehormatan.

Peraturan KPU tentang kode etik penyelenggara pemilu telah disahkan, dengan demikian Bawaslu menilai sudah sepatutnya peraturan ini ditindaklanjuti dengan mengatur tentang Dewan Kehormatan.

Laporan yang diperoleh Bawaslu menunjukkan telah terdapat anggota KPU di daerah yang diindikasikan melakukan pelanggaran kode etik, yakni sejumlah anggota KPU di Sulawesi Utara dan, Sumatera Selatan.

Anggota Bawaslu Wirdyaningsih, sebelumnya mengatakan Bawaslu telah merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan. Namun belum ada respon dari KPU perihal pembentukan Dewan Kehormatan ini. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008