London (ANTARA News) - Perubahan sistem kenegaraan satu negara dari sentralistik menjadi demokrasi ternyata membawa dampak negatif dengan munculnya korupsi yang perilakunya di Indonesia dan Rusia punya kemiripan.

Hal itu tergungkap dalam Diskusi "Pemberantasan Korupsi" yang diadakan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Moscow di Rusia (PERMIRA), demikian disampaikan Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PMI) Moscow, Yunita Umniyati, kepada koresponden ANTARA News, Minggu (30/11).

Dalam kehidupan bernegara masyarakat Rusia saat ini sedang terjadi suatu proses legislasi untuk pemberantasan korupsi. Ini semua karena perubahan masyarakat menjadi demokratis dan liberal seolah tidak mampu diantisipasi oleh peraturan yang berlaku pada masa Uni Soviet.

Meskipun perubahan tersebut telah berlangsung cukup lama, namun mempersiapkan aturan menjadi sesuatu yang sangat kompleks, ujarnya.

Menurut salah satu pembicara, Dr. Sartoyo, korupsi di Rusia banyak terjadi dilakukan orang-orang yang mengerti celah-celah aturan yang masih semrawut saat ini. Sebagain dari merekalah yang kemudian bisa kaya mendadak secara cepat.

Selain itu, korupsi juga dilakukan oleh kelompok yang tidak pandai tetapi memiliki peluang korupsi, yakni para polisi dan pekerja pabean. "Mereka lebih berani karena saat ini Rusia sudah tidak mengenal lagi hukuman mati," ujarnya.

Di sisi lain, Indonesia yang juga menuju negara demokratis yang mapan, terus menghadapi masalah korupsi.

Angan-angan masyarakat bahwa sistem demokratis yang dibangun setelah ambruknya tembok Orde Baru tidak serta merta membuahkan masyarakat yang adil dan makmur.

Terdapat suatu masa transisi yang cukup lama agar sistem yang terbangun bisa mapan. "Pemilu yang sangat demokratis sering ternodai dengan money politics sehingga impinan mayarakat tetap sebatas impian," ujar salah seorang pembicara, M. Aji Surya.

Counsellor Penerangan KBRI Moskow itu menyebtkan bahwa yang menarik adalah, pembangunan hukum untuk mengansitipasi pelanggaran hukum korupsi di Rusia sedang dibuat.

Presiden Rusia, Medvedev, saat ini membentuk satu unit khusus untuk pemberantasan korupsi dan mengajukan Rancangan Undang-Undang Anti-Korupsi.

Bahkan, Medvedev memberikan perhatian khusus terhadap pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan masalah peradilan. Dengan demikian, maka Indonesia boleh dibilang lebih siap menghadapi masalah korupsi.

Untuk mengatasi masalah korupsi, maka sangat disarankan agar KPK tidak dijadikan ujung tombak bagi penegakan hukum di Indonesia, melainkan harus memaksimalisasi sistem peradilan, pembenahan sistem dan pelaksanaan hukum (law enforcement).

"Kalau selama ini korupsi banyak dilakukan mereka yang disebut mafia peradilan, maka pembenahan yang paling penting justru di wilayah ini," kata Raymond, salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum RUDN yang turut menjadi pembicara.

Pemilu tahun depan menjadi cara yang baik bagi pembangunan Indonesia secara integratif. Jadi, ia menambahkan, masyarakat Indonesia jangan sampai salah pilih. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008