Jayapura (ANTARA News) - Rakyat Papua harus memahami secara benar Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang antara lain menyatakan mempertahankan integritas bangsa di dalam wadah NKRI dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah otonomi khusus yang diatur dalam undang-undang.

"Otonomi khusus bagi Papua harus diartikan secara jelas dan tegas sejak awal karena telah terbentuk berbagai pemahaman yang negatif mengenai otonomi di kalangan rakyat Papua," kata staf pengajar Universitas Cenderawasih (Uncen), M.Ferry Kareth,SH,M.Hum di Jayapura, Senin.

Gagasan ini pernah disampaikannya ketika membawakan makalah tentang Regulasi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua dalam rangka Dies Natalis ke-46 Uncen tahun 2008 pada 18-19 November lalu.

Menurut Ferry Kareth, istilah "Otonomi" dalam Otonomi Khusus haruslah diartikan sebagai kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri, sekaligus berarti kebebasan untuk berpemerintahan sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sbesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua dengan tidak meninggalkan tanggungjawab untuk ikut serta mendukung penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebebasan untuk menentukan strategi pembangunan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sesuai dengan karakteristik dan kekhasan sumber daya manusia serta kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.

Hal ini penting sebagai bagian dari pengembangan jati diri orang Papua yang seutuhnya yang ditunjukkan dengan penegasan identitas dan harga dirinya termasuk dengan dimilikinya simbol-simbol daerah seperti lagu, bendera dan lambang.

Sedangkan istilah "Khusus" hendaknya diartikan sebagai perlakuan berbeda yang diberikan kepada Papua karena kekhususan yang dimilikinya. Kekhususan tersebut mencakup hal-hal seperti tingkat sosial ekonomi masyarakat, kebudayaan dan sejarah politik.

Dalam hal pengertian praktisnya, kekhususan otonomi berarti bahwa ada hal-hal mendasar yang hanya berlaku di Papua dan mungkin tidak berlaku di daerah lain di Indonesia dan ada hal-hal yang berlaku di daerah lain di Indonesia yang tidak diterapkan di Papua.

Menurut Ferry Kareth, nilai-nilai dasar yang dianut dan dimuat dalam Otsus Papua adalah perlindungan terhadap hak-hak dasar penduduk Papua; demokrasi dan kedewasaan berdemokrasi; penghargaan terhadap etika dan moral serta penghormatan terhadap HAM.

"Selain itu ada nilai dasar penegakkan supremasi hukum, penghargaan terhadap pluralisme dan persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga negara," katanya.

Otsus Papua memiliki kerangka dasar yang bersubstansikan antara lain pembagian kewenangan antara Pusat dan Provinsi Papua, pembagian kewenangan di dalam Provinsi Papua, pembagian sumber daya, perlindungan hak-hak penduduk asli, bendera,lambang dan lagu, ekonomi dan keuangan, kependudukan dan ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, sosial dan keagamaan, serta kerjasama antarprovinsi dan Luar Negeri.

"Muara dari peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, penghormatan terhadap budaya lokal dan HAM serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008