Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR, Al Muzzammil Yusuf, menilai kasus Aulia Pohan menjadi ujian terbesar bagi integritas dan kenegarawanan Presiden SusiloB Bambang Yudhoyono (SBY) dalam membuktikan kampanye dan program anti korupsinya.

"SBY perlu 'mengendalikan' sikap putera dan menantunya, Agus Harimurti dan Aulia Pohan, untuk menghormati prosedur hukum yang berlaku dalam konteks kunjungan ke rumah tahanan," katanya di Jakarta, Minggu.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu menegaskan dalam hal ini tidak boleh ada pelayanan6pelayanan khusus yang menciderai rasa keadilan publik.

"Ini sepertinya hal kecil, tapi tidak kecil di mata publik," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu.

Karena itu, Ketua Departemen Politik, Pertahanan dan Keamanan DPP PKS itu meminta Presiden SBY yang juga besan dari Aulia Pohan agar tetap mendorong aparat kepolisian, kejaksaan dan para hakim pemegang perkara, serta petugas di di rutan/lapas untuk bertindak profesional.

Kalau SBY sukses dalam menangani masalah ini, lanjutnya, hal ini bisa menjadi satu tonggak dalam sejarah pembrantasan korupsi di Indonesia.

Menurut dia, budaya anti korupsi dan penegakan hukum akan semakin mengkristal dan menjadi bola salju yang akan sulit dibendung pada masa yang akan datang, dalam pemerintahan siapapun.

"Kita juga bisa belajar dari negara-negara tetangga, seperti Hongkong dan Singapura, yang berhasil membangun budaya anti korupsi dalam waktu 20 tahun," katanya.

Reformasi, ujarnya, baru berjalan sekitar 10 tahun, kalau ujian kasus seperti ini bisa dilalui dengan baik, mungkin waktu 15 tahun sudah cukup bagi Indonesia untuk bisa bangkit membangun dengan ditopang budaya anti korupsi yang kokoh.

Ia menambahkan, peran aktif pers dan publik untuk turut mengawasi juga menjadi penting, sehingga perbaikan regulasi berupa UU yang dibahas oleh DPR dan pemerintah yang terkait anti korupsi juga akan dipaksa lebih baik dan pada gilirannya akan bermanfaat optimal.

"Tidak sekedar `macan kertas` karena telah didukung oleh aspek budaya
atau faktor manusianya," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008