Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) yang baru terpilih, Soeharsojo minta kepada anggotanya menghitung kembali harga satuan kerja proyek tahunan sebelum minta eskalasi.
"Memang Agustus 2008 BBM mencapai 145 dolar AS per barel , tetapi sekarang ini turun mencapai 53 dolar AS per barel di bawah asumsi pemerintah 95 dolar AS per barel," kata Soeharsojo di Jakarta, Jumat.
Ketika BBM naik harga bahan bangunan seperti semen, besi, dan lainnya naik berkisar 40 sampai 60 persen sehingga kontrak kerja yang dibuat Mei dan Juni mengalami kesulitan, ungkap dia.
Sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI), Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI), serta Gabungan Perusahaan Rancang Bangun Indonesia (Gapenri) mengalami kesulitan, ujar dia.
Bahkan Gapenri yang anggotanya merupakan kontraktor yang bergerak di bidang tambang harus menanggung kenaikan sampai 100 persen, sementara Gapensi sendiri, kata Soeharsojo, mengalami kenaikan 25 sampai 30 persen.
Gapenri rugi sebesar itu karena semua komponennya impor, hanya 5 persen lokal berbeda dengan Gapensi yang anggotanya banyak menggunakan komponen lokal, tambah Soeharsojo.
Menurutnya, dengan turunnya BBM di luar perkiraan maka kontraktor diminta menghitung bulan-bulan mengalami kenaikan dan bulan yang mengalami penurunan. "Kalau minus baru minta eskalasi," ujarnya.
Menteri Keuangan, kata Soeharsojo, sudah menginstruksikan kebijakan eskalasi diserahkan kepada kebijakan masing-masing departemen termasuk Departemen PU.
Departemen PU sendiri masih punya sisa APBN hasil dari penghematan senilai Rp1,6 triliun yang dapat dipergunakan bagi keperluan eskalasi, kalau dari seluruh anggaran ada sekitar Rp10 triliun.
"Hanya saja apakah dana ini hanya untuk proyek tahun jamak saja ataukah juga dapat dimangaatkan untuk proyek tahun tunggal," ujarnya.
Gapensi sendiri terkait eskalasi mengajukan tiga opsi pertama murni eskalasi, kedua kombinasi eskalasi dan optimalisasi, serta ketiga murni optimalisasi, ungkap dia.
"Kombinasi yang dimaksud suatu pekerjaan yang harus selesai 100 persen seharusnya mendapat eskalasi 30 persen tetapi pemerintah hanya sanggup 15 persen maka pekerjaan dioptimalisasi hanya 85 persen," tutur dia.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008