Jakarta (ANTARA News) - Suasana di hari pertama Jak Jazz Festival di Istora Senayan Jakarta, Jumat (28/11) tampak belum memanas, kurangnya antusiasme penonton di depan panggung dan hujan yang sempat mengguyur sejak sore hari menyebabkan beberapa pementasan di panggung terbuka menjadi tertunda.
Pintu masuk menuju festival jazz tahunan ini telah dibuka sejak pukul 17.00 WIB, namuan berdasarkan pantauan ANTARA, gelombang kedatangan penonton mulai terlihat pukul 19.00 WIB tepatnya setelah hujan yang mengguyur Jakarta mulai reda.
Sebagian penonton duduk di bangku-bangku putih yang ditata rapi di depan panggung, sebagian lagi terlihat asyik duduk santai di atas papan yang disusun berundak-undak di seberang panggung.
Sebanyak tiga panggung di dalam ruangan Istora dan lima panggung di bagian luar tampak riuh dengan berbagai jenis musik jazz, sementara para penyanyi dan musisi tampak hilir mudik bergantian tampil. Sayangnya dari sisi penonton tampaknya tidak seheboh para penampil malam itu.
Mobilitas penonton antarpanggung tidak terlalu tampak dan penonton di depan panggungpun tampak adem ayem. Biasanya orang begitu mudah menggoyangkan badan mengikuti irama musik, namun kali ini musik yang mengalun lembut atau yang menghentak sekalipun seolah tak mampu menggerakkan penonton.
"Menurutku line-up musisi yang tampil hari pertama ini memang kurang ada gereget, penikmat jazz mungkin akan lebih banyak di hari ketiga karena ada The Yellow Jackets dan kolaborasi 10 musisi dan penyanyi jazz Indonesia," kata seorang penonton, Zein (35).
Keramaian justru terlihat di gerai-gerai makanan dan minuman yang menyediakan meja dan tempat duduk yang nyaman. Dari tempat duduk tersebut penonton juga bisa menyaksikan penampilan penyanyi dan musisi favorit melalui layar lebar.
Jak Jazz Festival ke-10 ini pada hari pertama menampilkan musisi dan penyanyi jazz mancanegara diantaranya Ray Harris (United Kingdom), Kyoto Jazz Massive (Jepang), Lica Secato (Brazil), dan Michelle Nicolle Quartet (Australia). Sedangkan dari dalam negeri tampil Tompi, Maliq & D`Essentials, The Salamander Big Band, Funk Section, "Just The 3 of Us" (Vonny Sumlang, Rien Jamain, Mawar), dan Zarro.
Keramaian baru terasa ketika Tompi tampil di panggung "Skyline Terrace" yang terletak di sayap timur Istora. Meski ia telah tampil di Jak Jazz berturut-turut selama tiga tahun terakhir, aksi panggung Tompi tetap asyik untuk disimak.
Ia membawakan lagu-lagu di albumnya seperti "Selalu Denganmu", "Balonku", "Sedari Dulu", dan sebuah lagu berbahasa Inggris yang populer "L-O-V-E".
Selama dua jam Tompi tak membuat penonton bosan dengan penampilannya. Bahkan ketika malam beranjak pagi (Sabtu dini hari, red) penonton yang menyemut duduk lesehan di depan panggung tak tidak beranjak pergi.
"Saya selalu memabwa sesuatu yang baru untuk penonton, artinya selalu ada eksperimen dan gaya yang beda dari cara saya menyanyikan setiap lagu-lagu saya. Ini supaya pononton tidak bosan dan tetap merasa nyaman menonton, itu yang paling penting," kata penyanyi asal Nanggroe Aceh Darussalam ini.
Bersamaan dengan tampilnya Tompi, di panggung utama konser Jak Jazz tampak DJ Shuya yang mengusung kelompok jazz "Kyoto Jazz Massive" yang dipimpin seorang disc jockey (DJ) asal Kyoto bernama Shuya. Pria yang pernah tinggal di London, Inggris ini membawakan crossover jazz.
Ia mencampur beberapa jenis musik seperti dance, fusion, dan funk jazz. DJ Shuya, demikian ia biasa dipanggil, tampil bersama anggota band dan dua penyanyi berkulit hitam asal United Kingdom (UK) yakni Vanessa dan Tasita D Mour.
"Saya suka musik jazz dan berharap permainan musikku yang menurutku termasuk crossover jazz ini bisa lebih populer tidak saja di Jepang, tetapi juga di dunia," katanya dalam konferensi pers sebelum pementasan.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008