Jakarta (ANTARA News) - Walhi memperkirakan total kerugian langsung akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp500 miliar per tahun.
"Total kerugian akibat banjir di Sumatera ditaksir mencapai Rp300 hingga Rp500 miliar. Kita tidak tahu apakah ini sebanding dengan perolehan dari konversi hutan," kata Manager Regional Sumatera Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan perlu ada usaha bahu-membahu untuk mendorong pemerintah segera melakukan restorasi kawasan ekologi genting. Usaha-usaha tersebut sangat diperlukan agar lingkungan yang telah rusak cepat pulih dan bencana dapat dikurangi.
Walhi mencatat sejak bulan Maret 2008 telah terjadi 34 kali banjir di Sumatera. Di provinsi Aceh terjadi lima kali banjir yang meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Singkil, dan Aceh Tenggara.
Sedangkan di propinsi Sumatera Utara, dia mengatakan, banjir terjadi sebanyak sembilan kali meliputi delapan kabupaten/kota. Intensitas tertinggi melanda Kabupaten Asahan sebanyak tiga kali dan Kabupaten Batubara dua kali.
Lebih lanjut, dia mengatakan, di propinsi Riau banjir terjadi lima kali. Intensitas tertinggi melanda Kota Pekan Baru yaitu sebanyak tiga kali, sedangkan kabupaten yang juga terkena banjir adalah Rokan Hilir dan Dumai.
Sementara itu, dia mengatakan, di propinsi Lampung dalam satu tahun ini telah dilanda lima kali banjir dengan Intensitas tertinggi terdapat di Kota Bandar Lampung sebanyak dua kali.
Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Lampung, merupakan provinsi yang paling sering dilanda banjir, ujar dia, dan merupakan provinsi yang memeiliki sumberdaya hutan terluas di Sumatera. Seharusnya dengan sumberdaya tersebut, bencana banjir bisa di hindari.
Lebih lanjut, dia mengatakan, intensitas banjir terbanyak terjadi pada bulan Oktober yaitu delapan kali. Dan diperkirankan akan menghadapi puncaknya pada Bulan Desember.
"Banjir yang paling parah terjadi Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, 46 rumah penduduk hanyut dibawa air. Kerugian tertinggi ada di provinsi Riau, jumlahnya Rp150 miliar, di Sumatera Utara mencapai Rp85 miliar, dan Aceh mecnapai Rp25 miliar," ujar dia.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Forqan, terdapat lima indikator utama penyebab bajir, yaitu adanya konversi hutan alam untuk perkebunan skala besar seperti Hutan Tanaman Industri dan perkebunan sawit, berkurangnya tutupan hutan alam, terjadinya perubahan bentang alam dan pola penataan ruang yang tidak memepertimbangkan daya dukung lingkungan, serta tingkat curah hujan yang tinggi.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008