Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sebuah pos komando sebagai antisipasi terhadap situasi politik yang memanas di Thailand sehubungan dengan pemblokiran yang dilakukan ribuan demonstran terhadap dua bandar udara di Bangkok, yaitu Bandara internasional Suvarnabhumi dan Bandara domestik Dong Muang. Namun Jakarta belum berencana melakukan evakuasi terhadap ratusan warganegara Indonesia yang tinggal di ibukota Negeri Gajah Putih itu. "Kita sudah menyiapkan Posko yang akan terus berhubungan dengan para warga kita jika ada hal-hal yang perlu diputuskan atau disampaikan. Dengan demikian, komunikasi sudah bisa terbangun. Sejauh ini mereka dalam koordinasi yang baik dengan perwakilan kita di Bangkok," kata Juru Bicara Deplu-RI Teuku Faizasyah di Jakarta, Jumat. Saat ini, menurut Faizasyah, KBRI Bangkok terus memonitor kondisi sekitar 600 WNI yang tinggal di Bangkok maupun sekitar 100 WNI lainnya yang terpaksa tinggal lebih lama di Bangkok setelah selesai menjalani berbagai kegiatan --seperti menghadiri konferensi dan ajang olahraga-- sebelum kegiatan dua Bandara dilumpuhkan oleh para demonstran. "Pada saat ini KBRI telah memastikan maskapai penerbangan memberikan kompensasi. Mereka (WNI, red) tinggal di tempat-tempat yang diakreditasi, mendapat juga minuman makanan dan lain-lain. Kebutuhan mereka diperhatikan sampai ada kejelasan kapan mereka bisa kembali ke Indonesia," kata Jubir. Mengenai kemungkinan evakuasi terhadap ratusan WNI jika mereka terjebak dalam situasi politik dan keamanan yang membahayakan di Thailand, khususnya Bangkok, Faizasyah belum memberikan komentar banyak. "Hingga kini kita masih mengupayakan cara-cara untuk memastikan maskapai penerbangan akan dapat mengkompensasi kepulangan orang-orang Indonesia yang karena kondisi setempat mereka harus tinggal lama di Bkk . Kita belum berbicara mengenai kemungkinan memulangkan mereka dalam satu kloter khusus," ujarnya. Situasi politik dan keamanan di Thailand dikhawatirkan berbagai pihak semakin panas dengan didudukinya Bandara Suvarnabhumi dan Dong Muang sejak empat hari lalu oleh para pengunjuk rasa yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Somchai Wongsawat. Somchat dianggap perpanjangan tangan mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra --yang digulingkan melalui kudeta pada tahun 2006. PM Somchai Wongsawat pada Kamis malam telah menerapkan keadaan darurat di kedua Bandara itu, yang pada prinsipnya memberikan kewenangan pada pasukan keamanan pemerintah untuk mengusir para demonstran. Sejak empat hari lalu, sekitar 4.000 pengunjuk rasa yang tergabung dalam People`s Alliance for Democracy (PAD) --gerakan yang didukung oleh beberapa elemen di Istana Kerajaan, angkatan darat dan kalangan elit di Bangkok-- terus menduduki Bandara Suvarnabhumi. Sementara 2.500 orang lainnya memblokir kegiatan di Dong Muang, yang sejak Agustus lalu menjadi tempat sementara pemerintahan Somchai berkantor setelah para demosntran menduduki Government House dengan tuntutan agar pemerintah mengundurkan diri. Para demonstran telah bertekad tidak akan dapat diusir dari kedua Bandara yang mereka duduki dan telah menyatakan tekad untuk berjuang sampai mati. Ketegangan juga dikhawatirkan terjadi antara pemerintah dan militer Thailand karena pihak militer sendiri telah memperlihatkan ketidaksetujuan mereka untuk menggunakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa. PM Somchai, sementara itu, pada Jumat memecat kepala polisi nasional di tengah masalah pendudukan Bandara oleh para demonstran yang tak kunjung selesai.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008