Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Nusa Tenggara Barat (NTB), M. Hadi Sulthon, mengemukakan hal itu di Mataram, Jumat, guna mengklarifikasi penafsiran kalangan tertentu terhadap mekanisme suara terbanyak itu.
"Ada pihak-pihak tertentu di daerah ini, bahkan pengurus partai lain yang beranggapan bahwa suara terbanyak hanya akal-akalan pengurus PAN saja, tentu itu tidak benar karena mekanisme suara terbanyak didasarkan pada berbagai keputusan yang dijadikan acuan partai," ujarnya.
Dia menyebut acuan partai tersebut yakni Anggaran Dasar Pasal 21 ayat 5 dan 6 (hasil Kongres ke-2 PAN di Semarang tahun 2005), hasil Rakernas ke-2 PAN di Palembang tentang pedoman rekruitmen dan evaluasi caleg.
Acuan lainnya yakni Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN Nomor PAN/A/Kpts/KU-SJ/075/V/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota Berdasaran Suara Terbanyak Pada Pemilu 2009.
"PAN menetapkan mekanisme suara terbanyak karena sudah saatnya kedaulatan ditangan pemilih, rakyat berhak menentukan siapa wakilnya di DPR dan DPRD," ujarnya.
Selain itu, untuk mencegah konflik suara terbanyak pada Pemilu 2009 PAN mewajibkan setiap caleg untuk menandatangani pernyataan tidak bersedia dilantik.
Surat pernyataan tidak bersedia dilantik menjadi anggota DPR maupun DPRD yang sudah ditandatangani itu akan diserahkan ke KPU saat diperlukan, yakni apabila caleg nomor dibawahnya meraih suara terbanyak sehingga nomor urutnya diatasnya harus mengundurkan diri.
Caleg PAN nomor urut 1 untuk DPRD NTB di Dapil Lombok Barat itu mengatakan, semua caleg dari PAN wajib mematuhi berbagai keputusan yang menjadi acuan mekanisme suara terbanyak itu.
Karena itu, ratusan orang caleg yang diajukan PAN untuk DPR, DPRD Provinsi NTB maupun DPRD kabupaten/kota juga diwajibkan menandatangani dua jenis surat pernyataan bermaterai dan dilaksanakan di hadapan notaris.
Kedua surat pernyataan itu yakni surat pernyataan persetujuan suarat terbanyak dan surat pernyataan pengunduran diri dan ketidakbersediaan dilantik dan diambil sumpah sebagai calon terpilih anggota DPR dan DPRD.
"Penandatanganan surat pernyataan itu juga berlaku bagi pengurus partai atau kader PAN yang hendak menjadi caleg, sehingga memudahkan pengurus partai dalam menerapkan sistem suara terbanyak tanpa masalah itu," ujar Sulthon yang mengaku harus mundur jika nomor urut dibawahnya memperoleh suara lebih banyak darinya.
Dia menambahkan, jika di kemudian hari pengurus partai di berbagai jenjang tidak mematuhi mekanisme suara terbanyak itu, maka partai akan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) ketua untuk mengamankan caleg terpilih hasil mekanisme suara terbanyak itu.
Plt ketua itu berkewajiban memperjuangkan caleg suara terbanyak yang disesuaikan dengan ketentuan nomor urut yang diberlakukan KPU selaku penyelenggara Pemilu 2009.
KPU mempedomani Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang menegaskan bahwa nama-nama calon dalam daftar bakal calon yang disusun oleh partai politik masing-masing berdasarkan nomor urut.
KPU juga telah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Anggota DPR, DPRD Porvinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2009.
Pasal 12 Peraturan KPU 18/2008 itu juga menegaskan bahwa nama-nama calon dalam daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota disusun berdasarkan nomor urut.(*)
Editor: Guntur Mulyo W
Copyright © ANTARA 2008