Mumbai (ANTARA News) - Di Rumah Sakit St. George, Mumbai, para korban dari salah satu serangan teror terburuk dalam sejarah India terbaring lemah di bilik yang dipisahkan oleh tirai putih dengan seprei dan matras bergelimang darah. Peter Wonacott dan Geeta Ananda dari Wall Street Journal (28/11) melaporkan, di sisi lain, sanak keluarga dan handai taulan berjejer menduduki kursi-kursi tunggu berbahan kayu. Para dokter sesekali bergabung dengan mereka, duduk kelelahan. "Kami melayani pasien sampai larut malam. Tapi pagi ini, hanya mayat-mayat yang datang," kata Gokul Bhole, dokter muda berumur 26 tahun menghentikan nafas untuk kemudian melanjutkan, "Ada sebelas mayat." Keadaan di rumah sakit itu bersamaan dengan upaya polisi untuk berjuang merekonsolidasi kekuatannya sore kemarin menyusul kekalahan di malam sebelumnya dalam pertempuran melawan kaum militan Muslim di Mumbai. Serangan-serangan itu bermula sejak Rabu malam lalu setelah lebih dari selusin teroris bersenjatakan senapan mesin dan bahan peledak menyerbu hotel-hotel mewah, restoran-restoran populer, stasiun besar kereta api, dan sebuah pusat komunitas Yahudi di jantung kota terbesar India itu. Serangan terkoordinasi yang mengharubiru distrik keuangan kaya raya, Colaba, menyiratkan para penyerang tahu banyak di mana orang-orang Barat berkumpul untuk kemudian mereka temukan dan bunuh. Para tamu hotel yang selamat dari serangan mengatakan, para teroris itu bertanya ke setiap orang apakah mereka memegang paspor Amerika Serikat dan Inggris. Salah seorang korban disasar adalah Leopold Cafe, tempat turis "backpacker" nongkrong di latar belakang hotel mewah Taj Mahal Palace and Tower. Cafe ini menawarkan bir dan makanan yang dua-duanya murah dilengkapi pemandangan terbuka nan elok ke jalanan kota Mumbai. Suasana hotel ini begitu terbuka sehingga menjadi target empuk manakala dua orang bersenjata berumur 20-an tahun menghampiri tempat itu setelah menumpangi perahu karet yang mereka labuhkan dekat dok. Menurut pemilik cafe itu, Farhang Jehani, tembakan pertama yang mereka lepaskan langsung merubuhkan sekitar sepuluh orang sekitar situ, meja-meja jumpalitan dan sebagian besar pengunjung serentak berhamburan ke jalanan menyelamatkan diri. Sasaran tembakan kemudian beralih ke tempat lain. Sajjad Karim (38), anggota parlemen Eropa berkebangsaan Inggris dan seorang Muslim, sedang menunggu seseorang di gerbang masuk Hotel Taj Mahal, sebuah landmark kota berselubungkan batu-bata, saat dia melihat seorang anak lelaki dan seorang bocah perempuan berlarian ketakutan. Kaki anak perempuan itu bersimbah darah. Karena mendengar banyak tembakan, Karim ikut berlari. Ketika ia dan segerombolan orang panik tumpah menuju pintu keluar, tiba-tiba muncul dihadapan mereka seorang anak muda sambil mengangkat senjata. Karim memusatkan perhatian pada senjata yang dikokang pemuda itu. "Dia masih muda. Dia mengenakan pakaian gelap. Tapi konsentrasiku tertuju pada senjatanya," ungkap Karim. Kemudian, dar dar dar! Orang-orang jatuh tersungkur tepat di depan Karim. Amrita Jhaveri, seorang konsultan toko perhiasan dari Mumbai yang tinggal di London, mendengar tembakan serupa. Perempuan ini tengah makan malam bersama suami tercintanya di lobi atas sedang menyantap Wasabi di restoran Morimoto, yang ada dalam Hotel Taj Mahal. Staf hotel berpikir cepat, menggiring para tamu restoran Jepang itu menuruni koridor bawah, menyusuri dapur masuk ke sebuah klub pribadi bernama Chambers. Para tamu dari restoran-restoran lainnya di hotel itu juga dibawa ke klub tersebut. Para staf hotel mematikan lampu ruangan dan menyuruh semuanya diam. Di situ, sekitar 200 orang berkumpul berdesakan. "Kami sedang menanti hal terburuk. Kami tahu hotel dalam keadaan terbakar. Kami tahu teroris-teroris itu ada di depan pintu. Kami tahu mereka mungkin datang menyerbu ruangan ini hanya dalam sekejap, sementara api mungkin membakar kami. Kami semua siap-siap mati," kata Jhaveri. Noriyuki Kanda, kepala koki restoran Wasabi, mengaku mendengar tembakan seperti bebunyian dari sesuatu di televisi. Kemudian, berondongan peluru muntah dari senapan mesin. Orang-orang yang berhamburan masuk ke sebuah restoran mungil menghadap Laut Arab yang elok mengungkapkan, empat orang sedang menembaki para pengunjung restoran di lobi. Kanda dan staf hotel lainnya memandu sejumlah tamu untuk kembali ke koridor utama sambil menerobos kabut dan asap. Beberapa pengunjung hotel kembali ke ruangan mereka, sedangkan beberapa lainnya berusaha keluar. Kanda balik ke kamarnya semula dan mencoba mengabadikan semua peristiwa dengan telpon selulernya. Sepanjang malam itu, polisi metro Mumbai tak bisa menundukkan para teroris. Sebelas polisi tewas dalam kontak senjata, tiga diantaranya adalah para perwira. Di satu tempat, kelompok militan merampas sebuah mobil polisi sebelum kemudian ditembak mati. Sementara, Hotel Taj Mahal berusia 105 tahun itu merah dilalap api. Serangan kini menyebar mendekati kompleks Hotel Oberoi Trident. Di restoran Tiffin yang berada dalam komplek Hotel Oberoi, seorang wanita dari Mumbai Selatan mengaku melihat seorang pria mengokong senjata tepat di depannya dari sebuah pintu kaca manaka ia duduk bersama lima temannya mengitari meja makan. Dia spontan tiarap dan kemudian mendengar tembakan-tembakan, kaca-kaca pecah dan jeritan-jeritan memenuhi ruangan. "Saya hanya tiarap di teras, menutup mata dan berpura-pura telah mati," kata wanita yang meminta jangan ditanya identitasnya ini. Dia melanjutkan, dua orang berjalan mengitari restoran sambil tidak henti menembakan senjatanya. Jeritan-jeritan makin sering ia dengar dan makanan berceceran di mana-mana. Beberapa menit kemudian semuanya berubah senyap, kemudian seorang pegawai restoran bertanya siapa pun yang selamat untuk mengangkat tangan. Wanita ini mengangkat kepalanya lagi dan melihat beberapa pasang tangan teracung tanda beberapa orang masih hidup. Kemudian, pegawai hotel itu berkata, "Siapa yang masih bisa jalan, ikuti saya." Wanita itu bangkit dari tiarapnya dan mengikuti si pelayan menuju dapur dan keluar restoran sambil melangkahi belasan mayat di bawah mereka. Tak seorang pun dari lima temannya yang makan bersama dengan wanita itu ikut si pelayan ke luar restoran. Dia tidak bisa memastikan nasib kelima lima rekannya itu. Dua hotel mewah itu jelas telah dengan hati-hati dipilih menjadi target serangan teror. Hotel Taj Mahal adalah simbol dan kebanggaan kota Mumbai. Hotel ini adalah tempat persinggahan bisnis, "dunia gemerlap" dan tampat makan malam utama bagi komunitas keuangan Kota Mumbai dan para tamu negara. "Hotel Taj Mahal dan Oberoi bukan sekedar Four Seasons and Pierre seperti di Kota New York. Hotel-hotel tersebut lebih tidak sebatas itu. Keduanya adalah nadi dan darah kota Mumbai, " kata Prashant Agrawal, kepala eksekutif Indipepal.com, sebuah portal internet berbasis di Mumbai. Para korban dilarikan ke rumah-rumah sakit terdekat seperti RS St. George yang berada tepat di depan stasiun kereta api CST di mana orang-orang juga ditembaki para teroris di situ. Ambulans-amblulans, kendaraan-kendaraan pribadi dan taksi-taksi bercat kuning lalu lalang membawa korban sekarat dan mayat-mayat. Para pegawai rumah sakit kewalahan melayani pasien. Peter Keep, seorang pebisnis dunia hiburan berbasis di Mumbai, mengunjungi rumah sakit untuk menjenguk seorang teman yang tertembak. Di situ dia menghitung ada 40 mayat di RS itu dan puluhan korban lainnya luka, termasuk orang-orang asing. "Suasana kacau sekali dengan para dokter dan perawat berlarian ke sana ke mari dan darah berceceran di mana-mana," katanya. Peter melihat seorang berkebangsaan Inggris yang baru saja tiba di India dan berencana mengelilingi India, dadanya berlumuran darah tertembus dua atau tiga tembakan. Manakala para dokter berjuang mencegah bertambahnya korban meninggal, ratusan orang lainnnya masih terperangkap dalam kedua hotel super mewah itu. Sekitar pukul 4 Kamis dini hari, Jhaveri, si konsultan perhiasan, berjubel dengan yang lain dalam ruang makan malam di Chambers, Hotel Taj Mahal. Gerombolan orang ini berusaha keluar dari jebakan. Begitu mereka mencapai pintu koridor, terdengar suara tembakan dan orang-orang berbalik lagi ke Chambers ketakutan. Jhaveri takut teroris-teroris itu menyerbu mereka dan kemudian memeluk erat suaminya yang orang Inggris itu. "Kami memutuskan bahwa kami tidak boleh terpisahkan. Tak jadi soal kami nantinya harus mati, yang penting kami harus bersama." Jhaveri akhirnya keluar dari hotel itu Kami pagi jam 9 dan lari menuju sebuah bis yang disediakan polisi. Dia masih dapat mendengar tembakan-tembakan dalam hotel. Kamis siangnya, tentara India membanjiri kota membantu polisi mengepung bangunan hotel. Kanda si kepala koki, diselamatkan pihak keamanan sekitar jam 2 sore. Saat melewati lobi, Kanda menatapi mayat-mayat dan lantai hotel bermandikan darah yang sedang dibersihkan disinfektan. Saat matahari merangkak naik dan cuaca beranjak panas, kesunyian melingkupi kota terbesar India itu. Toko-toko tutup. Mobil-mobil berpacu kencang di jalanan yang sebagian besar sepi itu. Orang-orang berdiri di luar Hotel Taj Mahal, menanti apa yang akan dilakukan aparat keamanan. Tembakan-tembakan masih terdengar, dan bagian depan hotel terkenal itu masih terbakar. (*)

Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008