Jakarta (ANTARA) - Koalisi Fredom of Information Network Indonesia (FOINI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut bocornya surat perintah penyelidikan (sprinlidik) terkait kasus suap yang menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE).
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menunjukkan sprinlidik terkait operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan di salah satu acara stasiun televisi pada Selasa (14/1) malam.
Baca juga: Anggota DPR: Skandal KPK akan terbuka seiring waktu
"KPK harus menelusuri siapa oknum yang memberikan informasi tersebut kepada Masinton," ucap perwakilan FOINI Wana Alamsyah melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, jika mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf a, tindakan yang Masinton lakukan diduga dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan atau membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum.
Selain itu, kata dia, berdasarkan daftar informasi publik yang dapat diakses melalui situs resmi milik KPK, sprinlidik bukan merupakan informasi yang terbuka untuk publik atau informasi yang dikecualikan.
"Hal ini mengakibatkan adanya konsekuensi hukum, yaitu pidana apabila seseorang menyampaikan informasi yang dikecualikan (rahasia) kepada publik," kata Wana yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
Ia pun mengungkapkan bahwa bukan kali pertama adanya kebocoran surat mengenai proses penanganan perkara di KPK baik pada tingkat penyelidikan maupun penyidikan.
Baca juga: Politisi PDI-P anggap KPK hanya lakukan pekerjaan sirkus
Berdasarkan catatan koalisi, setidaknya ada empat kasus yang informasinya bocor ke publik.
"Pertama, draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum terkait kasus korupsi proyek Hambalang. Pada saat itu, KPK merespons dengan membentuk komite etik untuk mengusut bocornya surat tersebut. Hasilnya, sekretaris ketua KPK Abraham Samad, Wiwin Suwandi dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik," tuturnya.
Kedua, sprindik atas nama Jero Wacik selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait kasus suap di lingkungan SKK Migas, ketiga prindik atas nama Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor terkait kasus pemberian izin di Bogor, dan keempat sprindik atas nama Setya Novanto selaku Ketua DPR terkait kasus PON di Riau.
Terkait hal tersebut, kata dia, koalisi mendesak Dewan Pengawas KPK harus menelusuri aktor yang memberikan informasi sprinlidik atas nama Wahyu Setiawan kepada Masinton Pasaribu.
Selanjutnya, Dewan Pengawas KPK sebagai pihak yang berkepentingan harus melaporkan para pihak yang diduga membocorkan informasi sprilidik kepada Kepolisian dengan menggunakan mekanisme hukum pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahuh 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Baca juga: KPK respons sprinlidik yang ditunjukkan oleh Masinton Pasaribu
Sebelumnya, KPK juga telah merespons soal bocornya sprinlidik tersebut. KPK mempertanyakan soal keaslian sprinlidik tersebut.
"Kemudian apakah itu asli atau tidak yang ditujukan oleh Pak Masinton tersebut. Jadi, secara substansinya seperti apa kita tidak tahu, namun secara pasti bahwa kami tidak pernah mengedarkan, kami tidak pernah memberikan surat penyelidikan surat tugas selain kepada pihak-pihak yang berkepentingan langsung terkait penyelidikan tersebut," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).
Baca juga: Masinton: Kejaksaan dan Kepolisian di KPK hindari conflict of interest
Baca juga: Penyelidik KPK datangi kantor PDIP, Masinton sebut motif politik
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020