Padang (ANTARA News) - Oksigen diproduksi kawan hutan taman nasional di Sumatera Barat (Sumbar), tidak dihitung masuk dalam agenda perdagangan karbon (carbon trade) antara pemerintah daerah ini pihak penawar dari luar negeri.
Hal itu disebabkan pengelolaan taman nasional berada dibawah pemerintah pusat, sedangkan yang masuk dalam agenda carbon trade adalah oksigen diproduksi kawasan yang dikelola daerah yakni hutan lindung, kata Wakil Gubernur Sumbar, Marlis Rahman kepada ANTARA News di Padang, Kamis.
Hal itu disampaikannya terkait penawaran institusi internasional carbon trade, Carbon Strategic Global (CSG) Australia untuk pembelian oksigen dihasilkan kawasan hutan Sumbar senilai Rp900 miliar per tahun.
Atas penawaran itu, menurut dia, pemerintah Sumbar hanya dapat menjual oksigen dari kawasan hutan lindung yang ada di daerah ini, sedangkan usulan untuk menjual oksigen dihasilkan tanam nasional belum mendapat persetujuan pusat.
Taman nasional dan cagar alam merupakan kawasan lindung dibawah pengelolaan pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan, katanya.
"Kami sudah bawa perwakilan CSG menghadap Menteri Kehutanan, namun menteri menyatakan agar diselesaikan dulu penawaran terhadap osigen dihasilkan hutan lindung," katanya.
Sedangkan oksigen dihasilkan taman nasional, akan dibicarakan lebih lanjut setelah penjualan oksigen diproduksi hutan lindung telah terealisasi, tambahnya.
Menurut dia, atas penjelasan menteri itu maka oksigen yang ditawarkan untuk carbon trade dengan CSG Australia hanya yang diproduksi hutan lindung.
Padahal Sumbar memiliki kawasan taman nasional dan cagar alam cukup luas, seperti Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Siberut, Cagar Alam Rimbo Panti dan Cagar Alam Lembah Anai.
Dengan izin hanya untuk kawasan hutan lindung, maka luas kawasan hutan yang ditawarkan Sumbar bagi carbon trade mencapai 865.560 hektar yang berada di wilayah Kabupaten Solok seluas 126.600 hektar, Solok Selatan (63.879), Tanah Datar (31.120), Pesisir Selatan (49.720) dan Pasaman (232.660).
Kemudian di Kabupaten 50 Kota seluas 151.713 hektar, Agam (34.460), Pasaman Barat (56.829), Padang Pariaman (19.894), Sijunjung (85.835) dan Kota Padang (12.850).
Oksigen yang dibeli pihak CSG akan menjual dengan kompensasi dari negara-negara penghasil CO2 yang memiliki banyak industri maju di Eropa.
Penawaran CSG terkait perdagangan karbon dunia yang semakin meningkat sejak ditandatangani Protokol Kyoto, di mana negara-negara di dunia sepakat untuk menekan emisi karbon dioksida rata-rata 5,2 persen selama 2008 hingga 2012.
Di bawah kesepakatan Protokol Kyoto, negara industri maju penghasil emisi karbon dioksida diwajibkan membayar kompensasi kepada negara miskin dan atau berkembang atas oksigen yang dihasilkannya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008