Jakarta (ANTARA News) - Hotel Taj Mahal Palace and Tower di Mumbai menjadi lambang kebanggan nasional rakyat India, tapi Kamis dinihari dilahap api, setelah beberapa pria bersenjata berat menyerbu bangunan tersebut dan menyandera beberapa tamu.
Kubahnya, yang berwarna merah, terletak berseberangan dengan Gerbang Monumen India di ujung Laut Arab. Dari tempat itu, tentara terakhir pemerintah kolonial Inggris meninggalkan India setelah kemerdekaan pada 1947.
Meskipun Taj Mahal Hotel yang berusia 105 tahun itu menjadi saksi kepergian tentara terakhir penguasa pendudukan, bangunan tersebut juga menghadapi pukulan dalam perjuangan untuk memperoleh hak memutuskan sendiri, demikian kantor berita Prancis, AFP.
Menurut legenda, penciptanya, tokoh industri Persia yang disebutkan bernama Jamsetji Nusserwanji Tata, mengawasi bangungan itu setelah tidak diizinkan memasuki Apollo Hotel, yang kini sudah tak berfungsi dan memiliki kebijakan ketat hanya untuk orang Eropa.
Gedung yang diselesaikan pada 1903 itu, menjadi hotel terbaik di Mumbai dan dipuji hingga kini, serta mengisi hati rakyat Mumbai sebagai lambang kecanggihan kota kosmopolitan.
Pertokoan mewah berada di bagian kuno hotel itu, sementara restoran dan kafetaria di bagian atap bangunan mengisi bagian sayap Menara yang lebih modern dan berdiri pada 1970-an, serta merupakan tempat populer untuk minum teh dengan sajian pemandangan dari atas kota pulau tersebut.
Para tamu terhormat sejak bertahun-tahun lalu mengunjungi tempat ini termasuk Ratu Elizabeth II, mantan presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan musikus legendaris Beatle, John Lennon.
Hotel itu memiliki 565 kamar, termasuk 46 suite, dan dihiasi dengan dekorasi bergaya Moorish, Oriental, dan Florintine. Satu kamar dengan dua tempat tidur berharga antara 365 dan 425 dolar AS per malam.
Hotel itu adalah bagian dari rangkaian hotel mewah dan tempat pelancongan. Indian Hotels Company Limited dan semua cabangnya secara kolektif dikenal sebagai Taj Hotel Resorts and Palaces.
Menurut Wikipedia, hotel tersebut adalah bagian dari Tata Group, salah satu konglomerat bisnis terbesar di India pemilik 76 hotel, 7 palace, 6 pulau pribadi dan 12 tempat pelancongan serta spa.
Selain di India, Taj Hotels Resort and Palaces juga memiliki hotel di Amerika Serikat, Inggris, Afrika, Timur Tengah, Maladewa, Mauritius, Malaysia, Bhutan, Sri Lanka dan Australia.
Jamshekji Nusserwanji Tata, pendiri Tata Group, membuka Taj Mahal Palace & Tower pada 16 Desember 1903.
Ia mendapat ilham untuk membuka hotel mewah setelah mengalami peristiwa diskriminasi rasial di Watson`s Hotel di Mumbai, tempat ia tak diberi izin masuk karena hotel tersebut tak memberi izin untuk orang India.
Hotel yang hanya menerima tamu orang Eropa biasa itu ditemukan di seluruh India semasa era kolonial Inggris. Jamsetji Tata pergi ke London, Paris, Berlin dan Dusseldorf untuk memperoleh barang dan bagian seni, furnitur serta artifak interior untuk hotelnya.
Karena lokasinya, gaya arsitektur tradisional dan ukurannya yang sangat besar, hotel itu segera meraih status sebagai hotel paling bergengsi di Mumbai, dulu Bombay.
Jadi sasaran
Rabu malam (26/11), hotel kenamaan tersebut menjadi sasaran serangan, saat ibukota finansial India itu menjadi saksi serangkaian pemboman dan penembakan membabibuta, yang hingga Kamis pagi WIB menewaskan hampir 80 orang dan melukai 250 orang lagi.
Deccan Mujahidin, yang sebelumnya tak pernah diketahui dan diduga salah satu kelompok garis keras di India, mengaku bertanggungjawab atas serangan itu.
Namun keterlibatan gerakan yang namanya tak pernah terdengar sebelumnya itu tidak dapat dikonfirmasi, karena bisa saja itu hanya omong kosong atau nama yang digunakan kelompok lain.
Ada dugaan, kalau memang ada, bisa jadi kelompok itu memiliki hubungan dengan Mujahidin India.
Kata Deccan merujuk kepada Dataran Tinggi Deccan di India selatan, yang terdiri atas negara bagian Maharashtra, Andhra Pradesh dan Karnataka. Nama itu "di-Inggris-Inggris-kan" dari kata dakkhin dalam bahasa Prakrit --yang juga diambil dari kata Sansekerta daksina yang berarti Selatan atau Yang Selatan. (*)
Oleh Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008