Jadi menurut saudara, ada perbendaan pendapat terkait TMB dan TCP yang mendasari pemberhentian Soenarko?
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Ari Sapari mengaku ada perdebatan dalam rapat direksi PT Garuda Indonesia terkai perawatan pesawat.
Perdebatan itu terjadi antara Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan mantan Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia Soenarko Kuntjoro.
"Saudara di BAP mengatakan, 'Soenarko dalam pertimbangannya memilih TMB sebagai pilihan perawatan 'engine' Airbus330 karena lebih menitikberatkan pada kondisi keuangan PT Garuda Indonesia dimana saat itu kondisi keuangan PT Garuda Indonesia kurang baik dalam menerapkan perawatan 6 unit pesawat A330 dengan biaya tinggi akan membebani keuangan Garuda, sementara Emirsyah Satar lebih memilih melakukan negosiasi agar program TCP dapat dilakukan dalam perawatan mesin pesawat A330', apakah benar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Nanang Suryadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Baca juga: Saksi ungkap hubungan Emirsyah Satar dan Soetikno
Nanang lalu melanjutkan membacakan BAP milik Ari Sapari tersebut.
"Dari adanya perbedaan pendapat tersebut, pada 31 Oktober 2007 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa memutuskan memberhentikan saudara Soenarko Kuncoro sebagai direktur dan mengangkat saudara Hadinoto sebagai penggantinya serta menunjuk beberapa direksi baru', betul jawaban seperti itu?" tanya jaksa Nanang.
"Oh iya betul, yang saya tidak tahu kalau itu RUPS luar biasa. Tapi setelah selesai kami diundang oleh menteri BUMN kemudian disampaikan bahwa ada pergantian komposisi direksi. Termasuk ada tiga direksi baru, yang salah satunya Pak Hadinoto," jawab Ari.
Ari Sapari bersaksi untuk dua terdakwa yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap yang mencapai sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR dan Bombardier Canada serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
Baca juga: Eks Direktur Garuda akui dicopot pascabahas harga mesin Rolls-Royce
Dalam dakwaan disebutkan berdasarkan program Quantum Leap oleh Emirsyah Satar sejak 2005, pihak Rolls-Royce melakukan pendekatan kepada Emirsyah melalui Soetikno dengan menawarkan paket perawatan mesin RR Trent 700 melalui program total care program (TCP) yaitu program perawatan mesin yang seluruhnya dilakukan Rolls-Royce tanpa melibatkan pihak ketiga sedangkan PT Garuda Indonesia saat itu menggunakan time and manterial based (TMB) karena kesulitan keuangan.
Emirsyah Satar lalu bertemu dengan Soetikno dan menyatakan tetap berkomitmen membantu Rolls-Royce dengan mengganti Soenarko Kuntjoro (Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia) karena Soenarko tidak friendly dengan Rolls-Royce.
Soenarko lalu diganti Hadinoto Soedigno dan membuat pihak Rolls-Royce senang.
"Jadi menurut saudara, ada perbendaan pendapat terkait TMB dan TCP yang mendasari pemberhentian Soenarko?" tanya jaksa Nanang.
"Ya saat itu memang ada kesan perbedaan pendapat. Memang dari 2005-2007 itu TMB yang dipakai karena memang pada saat itu yang dibicarakan tentang maintenance pesawat Airbus karena ada beberapa kali memang masalah dengan engine Rolls Royce yang digunakan pesawat Airbus," ungkap Ari.
"Apakah setelah itu beralih jadi TCP?" tanya jaksa Nanang.
Baca juga: Emirsyah didakwa lakukan pencucian uang
"Memang dibicarakan dalam rapat direksi akhirnya ada perubahan menjadi TCP karena saat itu ada rencanan penambahan jumlah tipe pesawat Airbus. Tahun 2008 ada penawaran 4 pesawat sehingga jumlah mesin yang harus dimaintenance cukup tinggi dan memang dibicarakan dalam rapat direksi perlu ada suatu upaya mendukung kinerja operasional secara teknis," jawab Ari.
"Alasannya apa?" tanya jaksa Nanang.
"Airbus pesawat yang cukup efisien, harga sewa saya tidak paham, tapi secara operasional karena saya pilot Airbus itu paling baik untuk jarak menengah," ungkap Ari.
Saksi lain, Elisa Lumbantoruan mengakui ada perbedaan pendapat di antara direksi.
"Ada desenting opion tapi kalau sudah diputuskan di board of directors itu jadi jawaban BOD," ungkap Elisa.
Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro dan 1.189.208 dolar Singapura.
Baca juga: Emirsyah Satar: Saya khilaf
Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin Roll-Royc Trent 700.
Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87.464.189.911,16.
Sedangkan Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah Satar hinggga mencapai Rp46,3 miliar karena Emirsyah telah membantu Soektino untuk merealisasikan kegiatan (1) Total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; (2) pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; (3) pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; (4) pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan (5) pengadaan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan disebutkan Soetikno adalah penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce.
Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788), melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77) dan satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).
Baca juga: KPK panggil mantan petinggi Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020