Kupang (ANTARA News) - Sri Sultan Hamengku Bowono (HB) X mengatakan, kekuasaan baginya bukan merupakan tujuan utama dalam politik, tetapi lebih dari itu hanyalah sebuah sarana untuk melayani rakyat banyak.

"Inilah sikap dasar pelayanan dalam Keraton Yogyakarta yang tidak akan saya tinggalkan, jika kelak harus mengabdi di arena politik dan pemerintahan yang lebih luas," kata Gubernur DI Yogyakarta itu di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu malam, ketika menyampaikan pandangan-pandangannya soal Indonesia Masa Depan.

Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah tokoh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT Abdul Kadir Makarim serta Walikota Kupang, Daniel Adoe itu, Sri Sultan banyak berkisah tentang sejumlah wasiat yang ditinggalkan ayahnya, Sri Sultan Hamengku Bowono IX.

Dalam pengakuannya, ia mengatakan bahwa ayahandanya, Sri Sultan HB IX yang juga mantan Wakil Presiden era Soeharto, lebih memilih diam selama Indonesia berada dalam pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

"Ayah ku memilih diam hanya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tetapi, ia menyadari bahwa diam itu tidak baik karena dua rejim kekuasaan itu telah membawa ke Indonesia ke arah yang lebih buruk yang terlihat dari terus meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran," ujarnya.

Atas dasar itu, kata Sultan HB X, sebelum ayahnya menghembuskan nafas terakhir, ia meminta dirinya untuk lebih berani mengatakan bahwa benar adalah benar dan salah adalah salah guna membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Dalam hubungan dengan itu, selama menjalankan tugas sebagai Gubernur DI Yogyakarta, Sultan HB X selaku kepala pemerintah tidak mau berurusan dengan proyek karena akan memunculkan hal-hal yang tidak baik dibalik urusan tersebut.

"Bagaimana rakyat menilai saya? Jika kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari urusan proyek pemerintahan tersebut. Saya tidak mau rakyat Yogyakarta meninggalkan Keraton hanya karena ulah seorang Sultan yang selama ini menjadi panutan rakyat," katanya.

Atas dasar itu, ia akan terus mengemban amanat tersebut jika kelak rakyat menghendaki dirinya menjadi presiden pada pemilu presiden 2009 mendatang.

"Kekuasaan bukanlah tujuan saya, tetapi lebih dari itu hanyalah sarana untuk melayani kepentingan rakyat banyak tanpa membedakan suku dan agama, serta golongan dan warna kulit," katanya menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008