Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Luar Negeri (Deplu) Sudjadnan Parnohadiningrat disebut meminta uang sebesar 200 ribu dolar AS untuk meloloskan usulan penyusunan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura pada 2003. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Mochammad Slamet Hidayat menyatakan hal itu dalam pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu. Hidayat menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi proyek renovasi wisma kedutaan di Singapura. Hidayat juga didakwa memberikan sejumlah uang kepada para pejabat di lingkungan Deplu. Menurut Hidayat, Sudjadnan yang kini menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat terang-terangan meminta uang sebesar 200 ribu dolar AS untuk memuluskan pengajuan ABT. Permintaan itu disampaikan melalui telepon pada November 2003. "Secara jelas tersebut merupakan harga mati dan yang bersangkutan tidak bergeming meskipun dicoba untuk dijelaskan bahwa permintaan itu terlalu besar," kata Hidayat ketika membacakan pembelaan. Selain Sudjadnan, menurut Hidayat, Staf Biro Keuangan Deplu Sutarni juga meminta uang terkait pengajuan ABT. Berdasar pengakuan Hidayat, Sutarni meminta 120 ribu dolar AS. "Menurut keterangannya, itu merupakan suatu keharusan dalam pengurusan ABT apabila anggaran itu tidak ingin ditolak," kata Hidayat menirukan ucapan Sutarni. Uang yang diterima oleh Sudjadnan dan Sutarni belum semuanya dikembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Hidayat, Sudjadnan hanya mengembalikan Rp1,45 miliar dari total uang yang diterima. Sedangkan Sutarni sama sekali belum mengembalikan ke KPK. Dalam kasus itu, Hidayat juga mengaku memberikan uang 190 ribu dolar Singapura kepada staf KBRI Singapura Eddy Suryanto Hariyadhi Dwihardono. Hidayat meminta semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus itu harus diminta pertanggungjawaban. "Khususnya terhadap tiga orang saksi yaitu saudara Sudjadnan, saudara Sutarni, dan saudara Eddy Hariyadhi," kata Hidayat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008